gravatar

LOOKING FOR MATH EDUCATION STRATEGY MANAGEMENT DEVELOPMENT INDONESIA MEET TAKEOFF.

MENCARI STRATEGI PENGELOLAAN PENDIDIKAN MATEKATIKA MENYONGSONG TINGGAL LANDAS PEMBANGUNAN INDONESIA.
LOOKING FOR MATH EDUCATION STRATEGY MANAGEMENT DEVELOPMENT INDONESIA MEET TAKEOFF.

Berbicara tentang pendidikan matematika tidaklah mungkin terlepas dari pendidikan dalam arti luas. Oleh karenanya perhatian pertama akan saya arahkan kepada beberapa hal yang berhubungan dengan keadaan yang berkaitan dengan pendidikan pada umumnya.
Talking about mathematics education is not possible regardless of education in the broadest sense. Therefore my first concern would point to some matters relating to the circumstances relating to education in general.

Masalah pendidikan, pada kenyataannya, adalah salah satu bagian dari masalah-masalah pembangunan. Karenanya gerak langkah pendidikan tidaklah dapat dilepaskan dari pengaruh-pengaruh “arus” yang ada dalam masyarakat yang tengah membangun.
Education issues, in fact, is one part of the development problems. Therefore education measures motion can not be separated from the effects of "flow" that exist in the community that are building.

Arus apakah yang nampak muncul dalam masyarakat kita dewasa ini?. Adakah pengaruh arus tersebut terhadap dunia pendidikan?. Bila ada apakah selalu mempunyai pengaruh yang positif?. Pastikah kita bahwa “biduk pendidikan” telah dikayuh sedemikian rupa sehingga menghindari pengaruh-pengaruh negatif arus-arus tersebut dan memantapkan pengaruh-pengaruh positifnya menyongsong tinggal landas pembangunan kita?.
Apparent whether the current emerging in our society today?. Is there any effect of the current on the world of education?. If there is always a positive influence?. Are you sure we are that the "Big Dipper education" has been sustained so as to avoid negative influences and currents are established to meet the positive effects of our development takeoff?.

Tidakkah kita, secara tidak sadar, membiarkan biduk pendidikan kita itu masuk ke kancah kontradiksi? Kiranya, keikut-sertaan kita semua dalam memantapkan pengaruh positif arus tersebut serta menghindarkan pendidikan dari kancah kontradiksi akan menunjukkan bahwa “kita semua tanpa kecuali ikut serta menyiapkan. syarat-syarat terciptanya landasan bagi tinggal landas menuju masyarakat yang kita cita-citakan” (Presiden, 1984).
Do not we, unconsciously, let us study the Big Dipper was entered into the arena of contradictions? Presumably, we all participation in establishing the current positive influence of education and avoid the contradiction scene will show that "we are all without exception come and prepare. terms of the creation of the foundation for the take-off to the public that we aspire "(President, 1984).

Saya akan mencoba, secara singkat, sederhana dan dialogik, mengungkap hasil-hasil pengamatan saya tentang beberapa "arus” (mungkin berupa “dorongan”, kekuatan”. “tuntutan” atau “kecenderungan”) yang ada dalam masyarakat kita dewasa ini, yang kiranya relevan dengan pengelolaan pendidikan kita.
I will try, in brief, simple and dialogue, reveal the results of my observations about some of the "flow" (perhaps in the form of "encouragement", "power." Demands "or" trend ") that exist in our society today, which would relevant to the management of our education.

Pertama, arus ilmu dan teknologi serta produknya.
Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini jelas menimbulkan tuntutan-tuntutan tertentu terhadap pendidikan kita. Sudahkah materi ajaran di sekolah atau pendidikan kita mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut??? Usaha-usaba nampak telah dilakukan untuk meagadakan penyesuaian. Penyesuaian yang tidak selektif tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan. Sehubungan dengan hal ini, adalah tepat ungkapan Presiden dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1984, sebagai berikut., “Kita memang perlu mempelajari konsep-konsep atau model-model pembangunan bangsa lain. Tetapi adalah SALAH jika, kita meniru begitu saja konsep atau model pembangunan negara lain, sekalipun mereka berhasil melaksanakan di negaranya sendiri”.

Arus produk, teknologi, yang semakin canggih, nampak semakin deras. Arus kemajuan teknologi ini tidaklah mungkin dibendung, tetapi harus kita tanggapi secara bertanggung jawab untuk kepentingan pendidikan kita dewasa ini dan di masa mendatang. Membiarkan diri kita sekedar menjadi konsumen produk teknologi dari luar, jelas akan menempatkan negara kita pada ketergantungan yang tiada ujung. Salah satu jalan yang minimal perlu ditempuh adalah alih ilmu dan teknologi secara berencana dan mendasar. Ini berarti bahwa pengelolaan pendidikan kita perlu selalu tanggap akan kemajuan yang ada secara bertanggung jawab.

Kedua, tuntutan kuantitas dan kualitas produk pendidikan.
Bukti adanya tuntutan kuantitas terdapat di banyak jenjang pendidikan. Berbagai argumentasi atau alasan nampaknya membenarkan keputusan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Banyaknya calon murid baru yang memerlukan tempat, merupakan salah satu argumentasi untuk meluluskan sebanyak mungkin murid tiagkat tertinggi. Kekhawatiran kehilangan “nama baik sekolah”. kekhawatiran akan “tingkah laku siswa” bila tidak diluluskan, keengganan menangani murid yang “lemah atau nakal” juga mendorong untuk meluluskan sebanyak mungkin murid kelas tertinggi. Sedangkan “kebutuhan tenaga guru” merupakan argumentasi yang kuat untuk sebanyak mungkin meluluskan calon guru dari IKIP atau FKIP.

Apakah akibat dari banjir produk pendidikan semacam itu? Mudah dilihat, semakin meningkatnya lulusan yang tidak dapat melanjutkan pendidikan atau bekerja. Mudah Juga, dipahami terjadi kemerosotan mutu dari produk pendidikan tersebut. Kemerosotan mutu tersebut berakibat jauh dan tidak mustahil sirkulus; misalnya ketidak mampuan menerapkan pengetahuan yang diperoleh, ketidak mampuan menyelesaikan studi ditingkat selanjutnya, ketidak mampuan menciptakan lapangan kerja sendiri, ketidak mampuan mengajar dengan baik (bagi lulusan pendidikan guru). (Informasi: di IKIP, IP kurang dari 2 untuk program Diploma dapat lulus).

Sudah dapat diperkirakan, bila diajukan pertanyaan: “Apakah kenyataan mutu produk pendidikan seperti itu memang dikehendaki?”, akan mendapat jawaban: “Tidak”. Ya., memang kita tidak menghendaki mutu yang rendah itu. Kita selelu mengharapkan peningkatan mutu secara terus menerus dan kita. menghendaki agar anak didik kita. dapat atau mampu mengatasi masalah yang dihadapinya kelak. Mungkinkah peningkatan mutu dicapai tanpa kebersamaan tindakan dan kesamaan sikap dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan?

Ketiga, teori pendidikan dan kenyataan di lapangan.
Banyak teori yang dibekalkan kepada calon guru selama mengikuti pendidikan. khususnya yang berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di dalam kelas. Teori belajar yang bermuara pada berbagai metode mengajar, teori evaluasi belajar dengan berbagai bentuk alat ukurnya, teori pengelolaan kelas dan berbagai panduan tentang cara membuat persiapan untuk mengajar adalah bekal-bekal yang diharapkan dapat meningkatkan mutu guru yang pada giliranya diharapkan dapat reningkatkan mutu produk pendidikan.

Pengetahuan tentang Pancasila, yang telah diperoleh calon guru semenjak sekolah dasar, masih juga didalami secara khusus di jenjang pendidikan tinggi untuk guru, Ini tentu saja diharapkan menjadi bekal calon guru dalam menunaikan tugasnya di lingkungan masyarakat yang berazaskan Pancasila.

Bagaimanakah kenyataan di lapangan? dapatkah para guru menerapkan dengan tenang teori-teori yang diterimanya itu? Mudahkah mereka menerapkannya? Mampukah guru bertahan secara konsekuen padamisi murninya?

Untuk menjawab secara tepat memang memerlukan keberanian untuk melakukan penelitian yang bersih. Namun dengan pengamatan sporadis yang disertai dengan pemikiran logis koiranya dapat diungkapkan hal-hal yang dapat dipandang sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Archive

Entri Populer