ANALISIS PROSES PENALARAN MATEMATIS DAN ANALOGIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA MATERI POKOK FAKTORISASI SUKU ALJABAR
MATHEMATICAL REASONING PROCESS ANALYSIS AND SECONDARY SCHOOL STUDENTS ANALOGICAL MATTER OF FIRST RATE ALGEBRAIC FACTORIZATION
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CHAPTER II
LITERATURE REVIEW
A. Kajian Teori
a. Belajar
Menurut kaum konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi pengertian teks, dialog maupun pengalaman fisik mereka. Belajar juga merupakan proses mengasilmilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertianya dikembangkan (Paul Suparno, 1997:61).
Sehubungan dengan itu, ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajar (Paul Suparno, 1997:61) yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari sesuatu yang mereka lihat, dengar, rasakan dan juga mereka alami.
b. Mengkonstruksi makna adalah proses berkelanjutan.
c. Belajar bukanmerupakan kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi belajar merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukan juga hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri yang disebut belajar.
d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa saat belajar dengan dunia fisik dan lingkunganya.
e. Hasil belajar seseorang tergantung pada yang telah diketahui, siswa saat belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang siswa pelajari.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Yager, dkk. Sebagai berikut:
Taylor et al. (1995) have pointed out that constructivism stresses individual knowledge construction, while also recognizing the processes of negotiation with others as a way of assessing the viability of knowledge. Critical theory is founded on the ideas that knowledge is legitimized through socio-cultural means. It encourages individual freedom from the repressive conditions which frequently exist within the social context found in typical school science. Negotiation takes place in classrooms among students as well as students and teachers. Constructivist theory indicates the processes by which individual learners construct understan-ding in science. This learning is in conjunction with the prior knowledge of students.
Dari definisi di atas maka belajar dapat diartikan sebagai proses aktif yang dilakukan oleh siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan dari apa yang dipelajari melalui pengalaman dengan dunia fisik dan interaksi dengan lingkungan belajarnya.
b. Matematika
Menurut james dalam Erman Suherman, dkk (2003:16), matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan menurut Johnson dan Myklebust dalam Mulyono Abdurahman (2003 : 252), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan dalam berpikir.
Menurut Suparni dan Ibrahim (2008:2) memaparkan beberapa penjelasan tentang hakekat matematika.
a. Matematika sebagai ilmu deduktif
Matematika disebut sebagai ilmu deduktif karena dalam matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, induktif seperti ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu pengetahuan lainya.
b. Matematika sebagai ilmu pola dan hubungan
Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan karena dalam matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, dan keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu sehingga dapat dibuat generalisasinya untuk selanjutnya dibuktikan kebenaranya secara deduktif.
c. Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa karena matematika merupakan sekumpulan simbol yang memiliki makna atau dikatakan sebagai bahasa simbol.
d. Matematika sebagai ilmu tentang struktur
Matematika merupakan ilmu terstruktur karena berkembang mulai dari unsur yang tidak didefinisikan pada aksioma maupun teorema.
e. Matematika sebagai seni
Matematika adalah seni karena matematika terlihat adanya unsur keteraturan, keterurutan, dan konsisten.
f. Matematika sebagai aktivitas manusia
Pembelajaran matematika dalam penelitian ini adalah proses aktif yang dilakukan oleh siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya tentang simbol maupun konsep-konsep menghitung melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan belajarnya.
c. Penalaran
Penalaran adalah suatu bentuk pemikiran, demikian dinyatakan oleh R.G. Soekadijo (1985: 3). Adapun Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi (1979: 10) memberikan definisi penalaran sebagai berikut, “Penalaran adalah proses dari budi manusia yang berusaha tiba pada suatu keterangan baru dari sesuatu atau beberapa keterangan lain yang telah diketahui dan keterangan yang baru itu mestilah merupakan urutan kelanjutan dari sesuatu atau beberapa keterangan yang semula itu.” Mereka juga menyatakan bahwa penalaran menjadi salah satu kejadian dari proses berfikir. Batasan mengenai berpikir yaitu, “Berpikir atau thinking adalah serangkaian proses mental yang banyak macamnya seperti mengingat-ingat kembali sesuatu hal, berkhayal, menghafal, menghitung dalam kepala, menghubungkan beberapa pengertian, menciptakan sesuatu konsep atau mengira-ngira pelbagai kemungkinan.”
Secara lebih tegas Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi menyatakan perbedaan antara penalaran dan berfikir sebagai berikut, “Memang penalaran atau reasoning merupakan salah satu pemikiran atau thinking, tetapi tidak semua thinking merupakan penalaran (1979: 10).” R.G. Soekadijo membuat kronologi mengenai terjadinya penalaran. Proses berfikir dimulai dari pengamatan indera atau observasi empirik. Proses itu di dalam pikiran menghasilkan sejumlah pengertian dan proposisi sekaligus. Berdasarkan pengamatan-pengamatan indera yang sejenis, pikiran menyusun proposisi yang sejenis pula. Proses inilah yang disebut dengan penalaran yaitu bahwa berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar kemudian digunakan untuk menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui (Soekadijo, 1985: 6).
Menurut Fadjar Shadiq dalam Sri Wardhani (2008:11) penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Dari beberapa pendapat di atas kita simpulkan bahwa penalaran adalah proses berfikir abstrak yang terjadi pada siswa saat menemukan suatu permasalahan atau persoalan.
a. Penalaran Matematis
Penalaran matematis adalah suatu kegiatan perhitungan, mengumpulkan fakta-fakta, menganalisis data, memperkirakan, menjelaskan, membuat suatu kesimpulan. Jadi, penalaran matematis adalah penalaran yang ditekankan dalam proses perhitungannya.
The term algebraic reasoning has been used to describe mathematical processes of generalizing a pattern and modeling problems with various representations (Driscoll, 1999; Herbert & Brown, 1997; NCTM, 2000). Driscoll (1999) defined algebraic reasoning as the “capacity to represent quantitative situations so that relations among variables become apparent” (p. 1). For Swafford and Langrall (2000) algebraic reasoning is “the ability to operate on an unknown quantity as if the quantity is known” (p.2). Vance (1998) characterizes algebraic reasoning as a way of reasoning involving variables, generalizations, different modes of representation, and abstracting from computations.
Sedangkan menurut Fadjar Shadiq (2009:14) Indikator yang menunjukkan penalaran matematis antara lain adalah:
1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram
2) Mengajukan dugaan (conjectures)
3) Melakukan manipulasi matematika
4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi
5) Menarik kesimpulan dari pernyataan
6) Memeriksa kesahihan suatu argument
7) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
b. Penalaran Analogis
Penalaran analogis adalah merupakan suatu proses untuk memeperoleh kesimpulan dengan menggunakan kesamaan sifat dari struktur dan hubungan suatu hal yang baru (masalah target) dengan suatu hal yang telah di ketahui sebelumnya (masalah sumber) yang pada dasarnya berbeda. Definisi penalaran analogis yang lain diberikan oleh Schiff, dkk yaitu:
Analogical reasoning is the processing and transfer of knowledge acquired in one situation or context to another (Chen, 2002) is both common and integral to inductive reasoning and problem solving in everyday, real world situations (Wedman, Wedman, & Folger, 1999). By identifying the similarities in different situations, reasoning by analogy offers a powerful mechanism that facilitates thinking and explanations, understanding, inference making, learning new abstractions, and creating conceptual change, especially in our world of “perpetual novelty” (Gentner & Holyoak, 1997; Goswami, 1992).
Sternberg dalam English. Lyn D (2004:4) menyatakan bahwa komponen dari penalaran analogis meliputi empat tahapan yaitu :
a. Enconding
Mengidentifikasi soal sebelah kiri (masalah sumber) dan soal yang sebelah kanan (masalah target) dengan mencari ciri-ciri atau struktur soalnya.
b. Inferring
Mencari hubungan yang terdapat pada soal sebelah kiri (masalah sumber) atau di katakan mencari hubungan “rendah” (low order)
c. Mapping
Mencari hubungan yang sama antara soal sebelah kiri (masalah sumber) dengan soal yang kanan (masalah target) atau membangun kesimpulan dari kesamaan hubungan antara soal yang sebelah kiri (masalah sumber) denga soal sebelah kanan (masalah taget), atau mengdentifikasi hubungan yang lebih tinggi.
d. Applying
Melakukan pemilihan jawaban yang cocok. Hal ini dilakukan untuk memberikan konsep yag cocok (membangun keseimbangan antara soal yang kiri (masalah sumber) dengan soal yang kanan (masalah target).
B. Kerangka Pikir
Prosess pembelajaran matematika yang diharapkan adalah siswa membangun sendiri konsep matematika yang sedang mereka pelajari dengan begitu pengetahuan yang diharapkan akan mudah dipahami oleh siswa. Guru memfasilitasi proses pembelaajaran agar terjadi konstruksi konsep matematika dengan benar agar pengetahuan yang akan dipelajari dapat diserap dengan baik oleh siswa. Siswa akan mudah memahami konsep matematika yang mereka akan pelajari dengan pola-pola yang tertruktur karena siswa akan mengetahui bagaimana konsep tersebut mereka bangun.
Penalaran matematis dan analogis sangat penting dalam pembelajaran matematika pada materi aljabar. Penalaran merupakan proses berfikir yang abstrak dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Penalaran matematis yang diharapkan adalah penalaran dalam perhitungan atau numeric dalam menyelesaikan permasalahan sedangkan penalaran analogis adalah penaran tentang hubungan suatu permasalahan yang diketahui dengan yang akan diselesaikan.