
PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pasal 51 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi pendidikan. Oleh karena itu, sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, disiplin dalam menjalankan tugasnya sekolah harus menjalankan suatu sistem operasional.
Dalam sistem operasional yang terdiri dari berbagai unsur, masing-masing unsur harus bisa melaksanakan fungsinya masing-masing dengan baik. Walaupun begitu masing-masing unsur dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh bertentangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh sistem tersebut. MBS sebagai model manajemen pendidikan yang memberikan otonomi lebih besar terhadap sekolah, memberikan fleksibilitas, dan mendorong partisipasi stakeholder secara langsung untuk meningkatkan mutu sekolah yang akan menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. MBS dipahami sebagai salah satu alternatif untuk mengelola struktur penyelenggaraan pendidikan yang menempatkan sekolah sebagai unit utama dalam peningkatan mutu pendidikan .
Namun pada kenyataannya, tidak semua sekolah telah siap menjalankan sistem MBS ini. Ketidaksiapan sekolah dalam menjalankan sistem MBS dapat menjadikan permasalahan baru dalam pendidikan itu sendiri. Dalam pelaksanaan MBS, tidak hanya faktor kepemimpinan yang diperhatikan, tetapi perlu ada koordinasi dan komunikasi yang harus selalu terjalin di antara stakeholder yang terkait dengan sekolah. Sekolah yang melaksanakan MBS juga perlu di evaluasi dan di supervisi untuk mengetahui seberapa besar peningkatan yang telah dicapai. Kemampuan pemahamaman tentang konsep sekolah sebagai sistem antara stakeholder yang satu dengan yang lain berbeda-beda, hal inilah yang dapat menyebabkan penerapan managemen berbasis sekolah berbeda-beda pula. Karena keterbatasan pemahaman inilah maka dapat menyebabkan beberapa permasalahan yang timbul dari penerapan sistem MBS ini.
Pada dasarnya penerapan manageman berbasis sekolah diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari sekolah tersebut, karena sekolah diberikan tangung jawab sepenuhnya untuk mengelola sekolah itu sendiri berdasarkan kemampuan sekolah . Dalam pengembangannya , sekolah harus merumusakan rencana-rencana yang akan dicapai dalam proses pengembangan sekolah. Akan tetapi kemampuan stakeholder sangat mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan MBS ini. Dengan adanya keterbatasan maka dalam pengembangan sekolahnyapun akan mengalami kesulitan dalam rencana pengembangannya, hal ini lah yang menjadikan permasalahan tersendiri dalam menagemen berbasis sekolah.
Partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan MBS. Yang perlu di monitor dan dievaluasi dalam MBS adalah konteks atau eksternal lsekolah yang berupa tuntutan dan dukungan, yang di dalamnya ada evaluasi kebutuhan, input, proses, output, dan outcome. Indikator keberhasilan MBS ditentukan oleh kualitas pendidikan, pemerataan pendidikan, efektivitas dan efisiensi pendidikan, dan tata pengelolaan sekolah yang baik. Secara agregatif, masih banyak sekolah yang belum memahami esensi konsep MBS. Masih banyak juga sekolah yang belum melaksanakan MBS secara konsisten menurut aspek dan fungsi manajemen secara utuh. Pemahaman konsep manageman berbasis sekolah tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh semua stakeholder yang melaksanakan sistem tersebut. Hal inilah yang akan menjadikan permasalahan baru dalam penggunana managemen berbasis sekolah itu sendiri.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan yang dialami dalam managemen berbasis sekolah yaitu “Apakah kurangnya wawasan tentang sekolah sebagai sistem, kurangnya wawasan dalam pemahaman tentang konsep dari managemen berbasis sekolah, dan kesulitan sekolah dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah dapat menghambat keberhasilan pelaksanaan MBS? “
PEMBAHASAN
Landasan Teori
a. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk me-redisain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada Kepala Sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, KS, orang tua siswa, dan masyarakat (Nanang Fattah, 2004:11).
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung konsesusu umum yang meyakini bahwa sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan yang terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut (E. Mulyasa, 2009:24).
b. Tujuan MBS
E. Mulyasa (2009:25) menyatakan bahwa tujuan MBS adalah sebagai berikut :
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso,maupun mikro.
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisisensi, antara lain diperoleh malalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, anatara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya system insentif serta disinsentif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagin masyrakat tumbuh rasa kepemimpinan yang tinggi terhadap sekolah.
c. Manfaat MBS
Beberapa manfaat dari MBS dinyatakan oleh E.Mulyasa (2009:26) sebgai berikut :
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumberdaya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah.
MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta didik, dan masyrakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka teradap sekolah.
d. Ciri-ciri MBS
Ciri-ciri MBS disampaikan oleh E. Mulyasa (2009:30) sebagai berikut:
Organisasi
Sekolah
|
Proses Belajar
Mengajar
|
Sumber Daya
Manusia
|
Sumber Daya
dan Administrasi
|
Menyedikan manajemen organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah
|
Meningkatkan kualitas belajar siswa
|
Memberdayakan staf dan menempatkan personal yang dapat melayani keperluan semuaa siswa
|
Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan
|
Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri
|
Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah
|
Memilih staf yang memiliki wawasan manajemen berbasisi sekolah
|
Mengelola daana sekolah
|
Mengelola kegiatan operasional sekolah
|
Menyelenggarakan pengajaran yang efektif
|
Menyediakan kegiatan untuk mengembangkan profesi pada semua staf
|
Menyediakan dukungan administrative
|
Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat terkait
|
Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa
|
Menjamin kesejahteraan staf dan siswa
|
Mengelola dan memelihra gedung dan saran lainya
|
Menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab
|
Program pengembangan yang diperlukan siswa
|
Kesejahteraan staf dan siswa
|
Memelihara gedung dan sarana lainya
|
e. Komponen-komponen MBS
a) Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran
Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum, baik kurikulum nasional maupun muatan local, yang diwujudkan melalui proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, instruksional, kurikuler, dan instruksional. Agar proses belajar-mengajar dapat dilaksanakan secara efektik dan efisien, serta mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen program pengajaran.
Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengaan guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara rinci dan operasional ke dalam program tahunan, caturwulan dan bulanan (E. Mulyasa, 2009:41).
b) Manajemen Tenaga Kependidikan
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Manajemen tenaga kependidikan mencakup (E. Mulyasa, 2009:42) :
a) Perencanaan pegawai
b) Pengadaan pegawai
c) Pembinaan dan pengembangan pegawai
d) Promosi dan mutasi
e) Pemberhentian pegawai
f) Kompensasi
g) Penilaian pegawai
c) Menejemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancer, tertibb dan terratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, bidang manajemen kesiswaan sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan, yaitu penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan pembinaan disiplin (E. Mulyasa, 2009:46).
d) Maanajemen Keuangan dan Pembiayaan
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakna bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain. Komponen utama manajemen keuangan meliputi (E. Mulyasa, 2009:47):
a) Prosedur anggaran
b) Prosedur akuntasi keuangan
c) Pembelajaran, pergudangan, dan prosedur pendistribusian
d) Prosedur investasi
e) Prosedur pemeriksaan
e) Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhaan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun murid-murid sebagai pelajar (E. Mulyasa, 2009:50).
f) Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk (E. Mulyasa, 2009:50) :
a) Memajukan kualitas pembelajaran
b) Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarkat
c) Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah
g) Manajemen Layanan Khusus
Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah. Manajemen komponen tersebut merupakan dari MBS yang efektif dan efisien. Perpustakaan yang lengkap dikelola dengan baik memungkinkan peserta didik untuk lebih mengembangkan dan mendalami pengetahuan yang diperoleh di kelas maupun di rumah (E. Mulyasa, 2009:52).
Permasalahan manajemen berbasis sekolah
a. Manajemen Kurikulum
Realisasi pelaksanaan kurikulum pada kegiatan pembelajaran belum dilaksanakan secara optimal dan menyeluruh sesuai dengan perencanaan pengembangan kurikulum nasional yang dibuat oleh departemen pusat
b. Manajemen tenaga/sumberdaya manusia
Sumberdaya manusia dirasakan masih kurang produktif dalam menjalankan tugasnya yang dampaknya berpengaruh terhadap prestasi kerja yang mereka dapatkan
c. Manajemen kesiswaan
Manajemen kesiswaan masih cenderung sekedar pencatatan data peserta didik yang idealnya dapat mencakup aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan siswa melalui proses pendidikan di sekolah
d. Manajemen sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pendidikan saat ini masih menjadi masalah diberbagai sekolah, terutama sekolah yang berada di daerah terpencil. Kurangnya sarana dan prasaranan yang memadai menjadi penghambat dalam peningkatan mutu pendidikan
e. Manajemen keuangan
Perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian serta pertanggungjawaban penggunaan anggaran dana seringkali jauh dari transparansi kepada masyarakat
f. Manajemen hubungan masyarakat
Hubungan masyarakat belum secara sinergis dilakukan antara sekolah dengan orang tua/wali murid serta masyarakat.
Sedangkan fungsi-fungsi manajemen sekolah yang dimaksud meliputi: pengambilan keputusan, pemformulasian tujuan dan kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, pen-staf-an, pengkomunikasian, pelaksanaan,pengkoordinasian, pensupervisian, dan pengontrolan.