
Pendidik
Pendidik
a.
Pengertian Pendidik
Menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 6, Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dipertegas dalam Undang-Undang RI No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39 ayat 2, pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. A. Soedomo Hadi (2005: 22) menjelaskan bahwa setiap
orang dewasa yang bertanggung jawab dan dengan sengaja mempengaruhi orang lain
(anak didik), memberi pertolongan kepada anak yang masih dalam pertumbuhan dan
perkembangan untuk mencapai kedewasaan dapat dikatakan sebagai pendidik. Lebih
lanjut, dijelaskan bahwa orang dewasa yang bertanggung jawab atas pendidikan
anak itu adalah:
a.
Orang tua
(ayah dan ibu), menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Orang tua sebagai pendidik adalah
kodrati. Begitu sepasang suami istri
dikarunia anak, begitu pula sebutan orang tua sebagai pendidik diberikan. Dengan kesadaran yang mendalam disertai rasa
cinta kasih, orang tua mengasuh dan mendidik anaknya dengan penuh tanggung
jawab. Orang tua sering pula disebut
sebagai pendidik kodrat atau pendidik asli, dan berperan dalam lingkungan
pendidikan informal atau keluarga.
b.
Pengajar atau
Guru di sekolah, yang disebut pendidik karena jabatannya, atau karena
keahliannya, maka dinamakan pendidik profesional. Pengajar atau guru adalah pendidik di lembaga
pendidikan formal, atau di sekolah. Guru
sering pula disebut dengan pendidik pembantu, karena guru menerima limpahan
sebagian tanggung jawab orang tua untuk menolong dan membimbing anaknya.
c.
Pemimpin atau
pemuka masyarakat, adlah pendidik dalam lembaga pendidikan non formal, dalam
bermacam-macam perkumpulan atau organisasi yang ada di masyarakat.
Mencermati uraian di atas, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya
dalam tiga lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang
tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
b.
Tugas Pendidik
Pendidik baik itu orang tua, pengajar
atau guru maupun pemimpin/pemuka masyarakat, sebenarnya adalah perantara atau
penghubung aktif yang menjembatani antara peserta didik dengan tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan (A. Soedomo Hadi (2005: 22)). Tanpa pendidik,
tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tidak akan dapat dicapai oleh anak didik. Agar pendidik dapat berfungsi sebagai
perantara yang baik, maka pendidik harus dapat melakukan tugas-tugasnya dengan
baik pula. Tugas-tugas pendidik itu
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a.
Tugas Educational (Pendidikan)
Dalam hal ini pendidik mempunyai tugas
memberi bimbingan yang lebih banyak diarahkan pada pembentukkan “kepribadian”
peserta didik, sehingga peserta didik akan menjadi manusia yang mempunyai sopan
santun tinggi, mengenal kesusilaan, dapat menghargai pendapat orang lain,
mempunyai tenggang rasa terhadap sesama, dan kepedulian sosialnya berkembang
secara optimal.
b.
Tugas
Instruksional
Dalam tugas ini kewajiban pendidik
dititikberatkan pada perkembangan dan kecerdasan daya intelektual peserta
didik, dengan tekanan perkembangan pada kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor sehingga peserta didik dapat menjadi manusia yang cerdas, bermoral
baik, dan terampil.
c.
Tugas Managerial (Pengelolaan)
Dalam hal ini pendidik berkewajiban
mengelola kehidupan lembaga (kelas atau sekolah yang diasuh oleh
pendidik). Pengelolaan tersebut
meliputi:
1)
Personal atau
peserta didik, yang lebih erat kaitannya dengan pembentukkan kepribadian
peserta didik.
2)
Material atau
sarana, yang meliputi alat-alat, perlengkapan media pendidikan, dan lain-lain
yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
3)
Operasional
atau tindakan yang dilakukan, yang menyangkut metode mengajar, pelaksanaan
pembelajaran, sehingga dapat tercipta kondisi yang seoptimal mungkinbagi
terlaksananya proses pembelajaran dan dapat memberikan hasil yang
sebaik-baiknya bagi peserta didik.
Meskipun usaha pendidikan dapat
memberi manfaat yang besar dan kemajuan dalam segala hal kehidupan, namun dalam
usaha menjalankan tugas-tugas ini, pendidik harus selalu ingat bahwa peserta
didik sendirilah yang berkembang berdasarkan bakat dan potensi yang ada pada
dirinya. Pendidik tidak dapat
menambahkan bakat dan potensi yang tidak ada pada diri peserta didik, pendidik
hanya mampu mempengaruhi (menciptakan) situasi, agar peserta didik dapat
mengembangkan bakat dan potensinya. Hal
inilah yang oleh Ki Hajar Dewantara dimaksudkan agar pendidik itu hanya
“Tutwuri Handayani”, pendidik hanya memotivasi dan mengawasi dari belakang,
peserta didik yang berkembang sendiri dan memberi pengaruh agar perkembangan
peserta didik berjalan lebih pesat.
c.
Syarat Pendidik
Pendidik akan mampu memenuhi
tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya, bilamana memenuhi beberapa
persyaratan. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh pendidik kodrati, pendidik profesional, maupun pendidik pada
pendidikan non formal adalah tidak sama.
Adapun syarat-syarat sebagai pendidik tersebut meliputi:
1.
Usia
Agar mampu menjalankan tugas mendidik,
pendidik seharusnya telah dewasa.
Batasan dewasa sangat relatif, sesuai dengan peninjauannya. Di Indonesia, seseorang dianggap dewasa
setelah berusia 18 tahun atau sudah menikah.
Menurut ilmu pendidikan,
seseorang dikatakan dewasa, untuk laki-laki apabila telah berusia 21
tahun, sedangkan untuk untuk perempuan apabila telah berusia 18 tahun.
Bagi pendidik kodrati tidak diperlukan
syarat umur tertentu untuk dapat mendidik anaknya, bahkan jika sudah dikarunia
anak, suami istri sudah harus bertindak sebagai pendidik, sebagai tanggung
jawabnya. Tetapi sesudah disebarluaskan
pendidikan kependudukan dan diaturnya segala sesuatu mengenai perkawinan dalam
undang-undang, maka ada kesepakatan untuk tidak mengawinkan anak sebelum berusia
25 tahun untuk laki-laki dan 20 tahun untuk perempuan.
Bagi pendidik pembantu atau guru di
sekolah (pendidikan formal), usia dipersyaratkan minimal 18 tahun, sedangkan
bagi pendidik di lembaga pendidikan non formal atau organisasi (perkumpulan),
tidak ada persyaratan usia tertentu, tetapi menuntut persyaratan lainnya,
seperti keahlian atau kecakapan, keuletan dan dedikasi.
2.
Kesehatan
Pendidik wajib sehat jasmani dan
rohani. Jasmani tidak sehat menghambat
jalannya pendidikan, bahkan dapat membahayakan peserta didik, misalnya bila
jasmani pendidik mengandung penyakit menular.
Apalagi dalam hal kejiwaan pendidik wajib normal kesehatannya. Karena orang-orang yang tidak sehat jiwanya
tidak mungkin mampu bertanggung jawab.
Untuk pendidik kodrati tidak ada
tuntutan dari luar bahwa pendidik wajib sehat jasmani dan sehat rohaninya, yang
ada hanya anjuran. Karena sehat atau
tidak, normal atau tidak, pendidik kodrati harus membimbing anaknya.
Pernah terjadi di suatu negara,
Jerman, orang yang tidak normal diusahakan dengan jalan disterilkan, agar tidak
dapat mempunyai keturunan, sehingga diharapkan akhirnya negara Jerman akan
menjadi negara yang sehat jasmani dan rohaninya, bebas dari abnormal, karena
semua bibitnya telah disiapkan sebagai bibit unggul.
Bagi pendidik pembantu di sekolah
(pendidikan formal), harus sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan
surat keterangan dokter, dan harus melewati pemeriksaan. Bahkan untuk guru dituntut pula persyaratan
tidak mempunyai cacat jasmani yang dapat mengganggu tugas-tugasnya.
Bagi pendidik di lembaga pendidikan
non formal, tidak ada persyaratan yang dituntut, tetapi hanya anjuran, bahwa
bagi mereka yang merasa tidak sehat jasmani dan lebih-lebih tidak sehat rohani,
tidak melakukan kegiatan mendidik, karena dapat membahayakan dan merugikan
peserta didik.
3.
Keahlian atau Skill
Syarat mutlak yang menjamin berhasil
baik bagi semua cabang pekerjaan adalah kecakapan atau keahlian yang dimiliki
pelaksana pekerjaan tersebut. Proses
pendidikan pun akan berhasil dengan baik apabila para pendidik mempunyai
keahlian, skill, dan kecakapan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan
tugas-tugasnya.
Bagi pendidik kodrati, tidak ada
tuntutan dari luar tentang keahlian pendidik.
Tuntutan tersebut hanya berasal dari dalam diri pendidik untuk menguasai
ilmu dan kemampuan mendidik agar berhasil dalam melaksanakan tugas sebagai
pendidik kodrati.
Suatu kenyataan yang memprihatinkan,
bahwa pendidik kodrati di Indonesia sebagian besar masih melakukan tugas
mendidik berdasarkan kodrat dan adat istiadat turun temurun dari keluarga dan
masyarakat dalam lingkungannya.
Pendidik pembantu (guru) di pendidikan
formal, diharuskan memiliki ijasah.
Ijasah inilah yang menjamin bahwa mereka mempunyai pengetahuan,
kecakapan, dan keterampilan yang sesuai dengan tugasnya, sehingga akan mampu
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Bagi pendidik di pendidikan non
formal, tidak ada ketentuan keahlian yang diisyaratkan atau dituntut oleh
masyarakat, tetapi dengan sendirinya mereka telah mempunyai keahlian yang
nyata, yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga berdasarkan keahliannya itu
seseorang dipercaya dan dipilih oleh masyarakat sebagai pemimpin.
4.
Kesusilaan dan Dedikasi
Sebagai seorang pendidik, tuntutan
memiliki tingkat kesusilaan dan dedikasi yang tinggi muncul dari dalam diri
pendidik. Hal ini adalah konsekuensi
dari rasa tanggung jawabnya, agar mampu menjalankan tugasnya, mampu membimbing
peserta didik menjadi manusia susila dan bermoral.
d.
Sifat-sifat Pendidik
Pendidik dalam menghadapi peserta
didik memerlukan sifat khusus, yang sangat penting dan wajib dimiliki oleh
setiap pendidik. Sifat-sifat tersebut
meliputi:
1)
Sifat positif pendidik
a) Rasa tanggung jawab dan dedikasi
Pendidik kodrati
harus sadar bahwa kelahiran anak kandung adalah hasil dari perkawinan. Pendidik kodrati harus konsekuen atau
bertanggung jawab atas perbuatannya.
Rasa tanggung jawab ini mendorong melaksanakan pendidikan anak
kandungnya dengan penuh pengabdian, meskipun terasa berat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya rintangan
yang berasal dari anak itu sendiri, lingkungan, dan faktor lainnya. Sebagai manusia biasa, pendidik pun mempunyai
kelemahan. Tanpa rasa tanggung jawab
yang besar, pendidik mudah putus asa dalam menghadapi rintangan tersebut.
Hanya rasa tanggung
jawab yang dapat memberikan kekuatan kepada pendidik kodrati untuk menahan diri,
menguasai hawa nafsu, mengorbankan kepentingan sendiri, demi mengabdi pada
kepentingan pendidikan anak kandungnya.
Bagi pendidik
pembantu (guru) di sekolah wajib memiliki tanggung jawab yang tinggi, sebab
secara tidak langsung pendidik ini menerima nafkah dari peserta didik.
Bagi pendidik di
lembaga pendidikan non formal, tanggung jawab merupakan sesuatu yang wajib
untuk dimiliki. Semakin tinggi dedikasi
dan tanggung jawab yang dimiliki, akan semakin besar pula hasilnya.
b) Kecintaan, Kebijaksanaan, dan kesabaran
Rasa kecintaan
kepada tugas, peserta didik, dan disertai rasa tanggung jawab, membentuk
kesabaran, dan kebijaksanaan dalam bertindak bagi pendidik. Kebijaksanaan dan
kesabaran sangat penting sekali bagi pendidik, terutama menghadapi peserta
didik yang memiliki karakteristik yang beraneka ragam.
Kecintaan dan
kesabaran itu dapat pula membentuk sifat tahan uji dalam segala usahanya,
menimbulkan sifat tulus ikhlas dalam mengorbankan waktu dan kesenangannya
sendiri demi kepentingan peserta didik. Akibat adanya rasa kecintaan, akan
menimbulkan sifat suka menolong peserta didik yang mendapat kesukaran, mendorong
peserta didik untuk mematuhi kewajibannya dengan sebaik-baiknya, menumbuhkan
sikap optimis dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
2)
Sifat negatif pendidik
a) Lekas marah
Pendidik
seharusnya tidak mudah mengalami sakit hati karena hal-hal kecil. Dengan memiliki sifat lekas marah, pendidik
tidak akan mudah memberi maaf dan selalu geram hatinya oleh kesalahan peserta
didiknya.
b) Suka menyendiri
Pendidik yang
tidak dapat bergaul dengan orang lain, tidak akan berhasil dalam mendidik, ia
tidak akan mudah mendapatkan kontak dengan peserta didik. Akibatnya, pendidik
tidak akan berhasil memberikan pengaruh baik kepada pembentukkan watak dan
memotivasi peserta didik. Pendidik tidak
akan mendapat kepercayaan dari peserta didik, sehingga pendidik tidak dapat
memberikan pertolongan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan.
c) Haus penghormatan dan pujian orang lain
Pendidik yang
memiliki sifat haus akan penghormatan dan pujian dari orang lain akan lebih
mengutamakan kepentingan sendiri dan kepentingan peserta didik kurang
diperhatikan. Acapkali tugas mendidik
akan dianggap sebagai batu loncatan belaka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih
memberikan kemegahan dan penghormatan kepada dirinya.
d) Gugup, bimbang, ragu dan penakut
Pendidik merupakan
contoh bagi peserta didik. Segala
sesuatu yang dilakukan oleh pendidik, akan banyak ditiru oleh peserta
didik. Apabila sifat bimbang, ragu, takut,
gugup tersebut dimiliki oleh pendidik, maka memungkinkan bagi peserta didik
untuk meniru sifat tersebut.
e) Mudah kecewa
Penghidupan dalam
dunia pendidikan penuh dengan kekecewaan dan hasil dari pekerjaan yang telah
kita lakukan akan tampak di kemudian hari.
Terlebih tidak akan ada yang tahu, apakah hasil tersebut akan baik atau
buruk. Jika pendidik memiliki sifat
mudah kecewa, ia tidak akan bertahan dan terpikir untuk mencari jabatan lain.