Guru Profesional
Guru Profesional
Berdasarkan
Undang-undang Guru dan Dosen Bab
I pasal 1 ayat 4 yang berbunyi:
Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Menjadi
profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Seorang ahli seharusnya
berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua ahli berkualitas.
Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut
persoalan integritas dan personality. Kata profesional bukan hanya kata baku
yang diperuntukkan bagi mereka yang berkerja dikantoran, bekerja di dalam ruang
ber-AC, memakai kemeja, jas mahal, celana bahan bagi laki-lakinya, atau memakai
blazer. Kata professional berlaku untuk setiap profesi, terrmasuk guru.
Sebagai pendidik profesional,
guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional (UUGD pasal 8) yang
mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetinsi,
sertifikat pendidikan, kesehatan jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya Kualifikasi akademik dijelaskan dalam (UUGD pasal 9) yang mengamanatkan bahwa kualifikasi
pendidikan diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).
Dalam UUGD
pasal 1 ayat (10) kompetensi dinyatakan sebagai seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Kompetensi
sebagaimana yang tertuang dalam Permendiknas No. 16 tahun 2007 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional sebagai berikut.
1.
Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
2.
Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia.
3.
Kompetensi sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
4.
Kompetensi
professional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran
di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi
keilmuannya.
Perlu dijelaskan bahwa sebenarnya ke empat kompetensi (kepribadian,
pedagogik, profesional, dan sosial) tersebut dalam
praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pemilahan menjadi empat ini, semata-mata untuk kemudahan memahaminya. Beberapa ahli mengatakan
istilah kompetensi profesional sebenarnya
merupakan “payung”, karena telah mencakup semua kompetensi lainnya. Sedangkan penguasaan materi ajar secara luas dan mendalam lebih tepat
disebut dengan penguasaan sumber
bahan ajar (disciplinary content) atau sering disebut bidang studi
keahlian. Hal ini mengacu pada
pandangan yang menyebutkan bahwa sebagai guru yang berkompeten memiliki
(1) pemahaman terhadap karakteristik peserta didik,
(2) penguasaan bidang studi, baik
dari sisi keilmuan maupun kependidikan,
(3) kemampuan penyelengga-raan
pembelajaran yang mendidik, dan
(4)
kemauan dan kemam-puan mengembangkan profesionalitas dan kepribadian secara berkelanjutan.
Kualifikasi akademik dan tingkat penguasaan kompetensi (bersama-sama dengan
kejujuran profesional) akan menentukan tingkat profesionalisme
seorang guru. Dalam menghadapi tantangan kompetitif globalisasi
dewasa ini, seorang guru profesional harus menguasai bidang studi secara utuh, tidak bersifat parsial dan tidak terisolasi hanya pada kemampuan
bidang studi semata. Penguasaan bidang
studi oleh seorang guru harus terintegrasi dengan kemampuan pedagogic.
seperti memahami peserta didik, merancang pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang mendidik, dan
mengevaluasi proses serta hasil pembelajaran. Selain itu, seorang guru profesional harus mengenal siapa dirinya, kekuatan, kelemahan, kewajiban
dan arah pengembangan dirinya.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam era global yang sarat dengan
kemajuan teknologi informasi merupakan
tantangan bagi seorang guru untuk dapat terus mengikuti perubahan tersebut, dibarengi dengan melakukan perubahan yang dinamis untuk meningkatkan
kecakapannya. Dengan kata lain, seorang
guru professional harus dapat mengembangkan diri dalam bidang ilmu yang dikuasainya dan pedagogic secara terus menerus. Sejalan dengan itu, seorang
guru profesional juga harus dapat
mengembangkan kepribadian yang mencerminkan sosok (pribadi) profesional.
Kepribadian guru terbentuk bukan hanya dari pengalaman belajar yang terjadi
dalam proses pembelajaran secara
langsung (instructional effects) ketika ia mengikuti pendidikan formal,
tetapi juga terbentuk dari dampak yang muncul
kemudian setelah proses pembelajaran itu berlalu (nurturant effect). Dalam kenyataannya di lapangan pembentukan kepribadian seorang guru lebih banyak dipengaruhi oleh pengalaman panjang yang telah dilaluinya. Disamping itu, kemampuan sosial guru, khususnya dalam berinteraksi dengan
peserta didik merupakan suatu hal
yang harus diperhatikan, karena interaksi guru dengan peserta merupakan proses transaksional yang sangat khas. Interaksi guru dengan peserta didik
ini sangat berbeda dengan interaksi guru
dengan sejawat, guru dengan orang tua, dan guru dengan masyarakat sekitar yang lebih bersifat kontekstual. Interaksi antara guru dengan peserta didik
menuntut kecakapan untuk memilih strategi
yang relevan karena sifat interaksi berkembang secara dinamis.
Pada Pasal 2 ayat 2 UUGD
mengamanatkan bahwa pengakuan
kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan
sertifikat pendidik. Dengan dimilikinya sertifikat pendidik diharapkan upaya
sadar secara berkelanjutan dilakukan oleh guru
untuk meningkatkan mutu pelaksanaan pembelajaran khususnya dan mutu pendidikan pada umumnya. Untuk itu, dalam menjalankan
tugasnya sebagai agen pembelajaran guru
harus 1) dapat menunjukkan seperangkat kompetensi sesuai dengan standar yang berlaku, 2) mampu bekerja dengan menerapkan prinsip-prinsip keilmuan
dan teknologi dalam memberikan layanan
seorang ahli, 3) mematuhi kode etik profesi guru yang memintanya bertindak
sesuai norma kepatutan, 4) dapat bekerja dengan
penuh dedikasi, 5) dapat membuat keputusan secara mandiri maupun secara bersama, 6) dapat menunjukkan akuntabilitas kinerjanya kepada
pihak-pihak terkait, 7) dapat bekerja sama
dengan sejawat dan pihak lain yang relevan, dan 8) secara berkesinambungan mengembangkan diri baik secara mandiri maupun melalui asosiasi profesi.
Selain
hal tersebut Guru juga harus memiliki keahlian tertentu dan distandarkan pada
Prinsip Profesonalitas dalam Undang-undang Guru dan Dosen Bab III pasal 7. Bila
tidak, maka tidak dapat disebut sebagai guru. Namun pada kenyataannya masih
banyak yang memilih profesi guru sebagai pilihan profesi terakhir. Padahal guru
adalah operator kurikulum pendidikan, pengentas kebodohan, mata rantai dan
pilar peradaban sekaligus benang merah kemajuan suatu masyarakat, serta motor
penggerak peradaban suatu bangsa.
Sebagai
profesi, seorang guru harus mempunyai tiga kegiatan yaitu pengajaran,
penelitian dan pengabdian masyarakat. Kegiatan tersebut melambangkan tiga upaya
berjenjang dan meluas gerakannya. Pengajaran melambangkan pelaksanaan tugas
rutin, penelitian melambangkan upaya mengembangkan profesi. Sedangkan
pengabdian masyarakat melambangkan pemberian kontribusi social kepada
masyarakat.
Dari
ketiga kegiatan tersebut, penelitian menuntut sikap guru yang dinamis sebagai
seorang profesional. Sehingga guru yang profesional adalah seorang yang terus
berkembang untuk mewujudkan keadaan dinamis. Seorang guru harus mengikuti
pendidikan yang membekali kemampuan kreatifitas, rasionalitas, keterlatihan pemecahan
masalah, dan kematangan emosionalnya yang mewujudkan guru yang berkualitas
sebagai tenaga professional yang sukses dalam melaksanakan tugasnya.
Guru
profesional adalah guru yang meramu kualitas dan integritasnya. Mereka tidak
hanya memberikan pembelajaran bagi peserta didiknya tapi mereka juga harus
menambah pembelajaran bagi mereka sendiri karena jaman terus berubah. Ia harus
terus meningkatkan kemampuan serta keterampilannya dalam berbagai bidang.
Perningkatan
kualitas ini tidak hanya didapat melalui ruang formal saja tapi juga melalui
pelatihan-pelatihan peningkatan kualitas guru. Pelatihan tersebut diharapkan meningkatkan
kualitas guru dan dapat menghapus stigma akan penyakit guru. Adapun penyakit
yang sering diderita oleh guru tercatat ada 11 penyakit, yaitu adalah sebagai
berikut:
1.
Tipes
: Tidak punya selera
2.
Mual
: mutu amat lemah
3.
Kudis
: Kurang disipiln
4.
Asma
: Asal masuk kelas
5.
Kusta
: Kurang Strategi
6.
TBC
: Tidak Bisa Computer
7.
KRAM
: Kuram Terampil
8.
Asam
Urat : Asal Sampaikan materi urutan kurang akurat
9.
Lesu
: Lemah Sumber
10. Diare : Dikelas
Anak-anak remehkan
11. Ginjal : Gajinya nihil
jarang aktif dan terlambat.
Guru yang profesional
harus memiliki kriteria tertentu yang positif, menurut Gilbert H. Hunt (1999:
15-16) menyatakan bahwa guru yang baik
harus memenuhi tujuh kriteria:
1.
Sifat
positif dalam membimbing siswa
2.
Pengetahuan
yang memadai dalam mata pelajaran yang dibina
3.
Mampu
menyampaikan materi pelajaran secara lengkap
4.
Mampu
menguasai metodologi pembelajaran
5.
Mampu
memberikan harapan riil terhadap siswa
6.
Mampu
merekasi kebutuhan siswa
7.
Mampu
menguasai menajemen kelas