gravatar

Karakteristik Matematika Sekolah Dasar (SD)



Matematika sekolah adalah matematika yang telah dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi para siswa. Ada sedikit perbedaan antara matematika sebagai ilmu dengan matematika sekolah. Perbedaan itu dalam bentuk penyajian, pola pikir, keterbatasan semesta, dan tingkat keabstrakan (Sumardyono, 1994: 43-44).
1.      Penyajian
Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema atau definisi, tetapi harus disesuaikan dengan taraf perkembangan berpikir siswa. Apalagi untuk tingkat SD, mereka belum mampu seluruhnya berpikir deduktif dengan obyek yang abstrak. Pendekatan yang induktif dan menggunakan obyek yang konkrit merupakan sarana yang tepat untuk membelajarkan matematika, karena kemampuan berpikir siswa Sekolah Dasar masih dalam tahap operasional konkrit.
Suatu konsep diangkat melalui manipulasi dan observasi terhadap obyek konkrit, kemudian dilakukan proses abstraksi dan idealisasi. Jadi, penggunaan media/alat peraga untuk memahami suatu konsep atau prinsip sangat penting dilakukan dalam proses pembelajaran matematika di SD.
Contohnya penyajian topik perkalian di SD. Pengertian perkalian seharusnya tidak langsung menyajikan bentuk matematika, semisal 3 x 4 = 12. Penyajiannya akan lebih mudah untuk dipahami oleh anak SD jika didahului dengan penjumlahan berulang melalui alat peraga misalnya kelereng. Dengan peragaan tersebut, siswa mendapatkan pemahaman bahwa walaupun 3 x 4 dan 4 x 3 bernilai sama-sama 12, tetapi makna perkaliannya berbeda. Setelah siswa mengetahui makna perkalian, baru kemudian mereka menghafalkan fakta dasar perkalian.
2.      Pola Pikir
Pembelajaran matematika di sekolah dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun pola pikir induktif. Hal ini dapat disesuaikan dengan topik bahasan dan tingkat intelektual siswa. Sebagai kriteria umum, biasanya siswa di SD menggunakan pendekatan induktif terlebih dahulu, sebab hal ini lebih memungkinkan siswa untuk menangkap pengertian yang dimaksud. Contoh-contoh di atas dapat kita perhatikan.
3.      Semesta Pembicaraan
Sesuai tingkat perkembangan intelektual siswa, matematika yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga menyesuaikan dalam kekomplekan semestanya. Semakin meningkat perkembangan intelektual siswa, maka semesta matematikanya semakin diperluas.
Contoh untuk siswa SD misalnya operasi bilangan bulat pada kurikulum 2004 di SD dibatasi pada operasi penjumlahan dan pengurangan saja. Operasi perkalian, pembagian, perpangkatan pada bilangan bulat tidak diberikan di SD.
4.      Tingkat Keabstrakan
Seperti penjelasan sebelumnya, tingkat keabstrakan matematika juga menyesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Di sekolah dasar (SD), untuk memahami materi pelajaran dimungkinkan untuk mengkonkretkan obyek-obyek matematika. Akan tetapi, hal ini berbeda untuk jenjang sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolah, tingkat keabstrakannya semakin tinggi pula.
Contoh untuk tingkat SD yaitu saat pembelajaran fakta mengenai bilangan di SD. Siswa tidak langsung diperkenalkan dengan simbol “1”, “2”, “3”, “4”, ... beserta urutannya, tetapi dimulai dengan menggunakan benda-benda yang konkret dan menyuguhkan sifat urutan/relasi sebagai sifat “lebih banyak” atau “kurang banyak”.
Selain karakteristik matematika di SD tersebut, kita juga perlu mengetahui tujuan pembelajaran matematika yang tercantum pada Standar Isi SD/MI Kurikulum 2006. Tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a.        Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b.        Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c.        Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d.       Mengkomunkasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e.        Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006 : 417).
Adapun ruang lingkup materi atau bahan kajian matematika di SD/MI mencakup aspek-aspek berikut.
a.       Bilangan
b.      Geometri dan pengukuran
c.       Pengolahan data


Daftar Pustaka
Abdusysyakir. 2007. Ketika Kyai Mengajar Matematika. Malang: UIN-Malang Press.

Fathani, Abdul Halim. 2009. Matematika: Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

http://www.syarifartikel.blogspot.com., dengan judul pembelajaran matematika di sekolah, diakses tanggal 12 Oktober 2009.

Kurikulum 2006: Standar Isi Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas.

Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.



Archive

Entri Populer