Metodologi Penelitian
PENYUSUNAN RANCANGAN PENELITIAN
Seperti halnya alat pengambil data, rancangan (desain)
penelitian juga ditentukan oleh variabel-variabel penelitian yang telah
diidentifikasi serta oleh hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Kemampuan
untuk memilih rancangan penelitian juga berkembang karena latihan dan
pengalaman. Membaca, berpartisipasi dalam seminar mengenai usulan penelitian
dan atau laporan penelitian, melakukan simulasi, merupakan cara-cara yang
sangat membantu mengembangkan kemampuan menentukan rancangan penelitian itu.
Pada umumnya, rancangan penelitian itu sekaligus juga
merupakan rancangan analisis data. Di samping itu, penentuan sampel juga sudah
diberi arah oleh rancangan penelitian.
Sudah barang tentu, rancangan penelitian tergantung
kepada jenis penelitian yang akan digunakan. Pada penelitian eksperimental,
misalnya, rancangan penelitian yang sekarang ini banyak digunakan adalah
rancangan faktorial. Rancangan faktorial memungkinkan penggunaan analisis
variansi sebagai alat untuk melakukan analisis data.
PENENTUAN SAMPEL
Karena berbagai
alasan (misalnya karena tidak mungkin, tidak perlu, atau tidak perlu dan tidak
mungkin) tidak semua subjek atau hal lain yang ingin dijelaskan atau diramalkan
atau dikendalikan dapat atau perlu diteliti (diamati). Beberapa contoh adalah
sebagai berikut. Untuk meneliti kadar Hb dalam darah seseorang kita tidak perlu
dan tidak mungkin melihat kadar Hb dalam seluruh darah orang tersebut. Untuk
meneliti apakah sayur di kuali telah cukup keasinannya, kita tidak perlu
mencicipi seluruh sayur pada kuali tersebut. Untuk meneliti apakah korek api
dapat dipakai, kita tidak perlu mencoba seluruh batang pada sebuah kotak korek
api (walaupun mungkin). Untuk mengetahui apakah IQ anak Indonesia lebih baik daripada IQ anak India, kita tidak mungkin mengukur IQ seluruh
anak Indonesia dan mengukur
IQ seluruh anak India
(kecuali disediakan anggaran yang tidak terbatas jumlahnya).
Penelitian
kuantitatif boleh dikatakan hampir selalu hanya dilakukan terhadap sebagian
saja dari hal-hal yang sebenarnya diinginkan untuk diteliti. Jadi, penelitian
hanya dilakukan terhadap sampel, tidak terhadap populasi. Namun demikian,
kesimpulan-kesimpulan penelitian mengenai sampel itu akan dikenakan atau
digeneralisasikan terhadap populasi.
Generalisasi dari
sampel ke populasi ini mengandung resiko bahwa akan terdapat kekeliruan atau
ketidaktepatan, karena sampel tidak akan dapat mencerminkan secara tepat
keadaan populasinya. Oleh karena itu, teknik penarikan sampel menjadi amat
penting. Teknik penarikan sampel sering disebut sampling.
Jenis Sampling
Jenis-jenis sampling pada garis besarnya dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) sampling probabilitas dan (2)
sampling non-probabilitas. Tentu saja dalam keadaan tertentu gabungan keduanya
dapat dipakai. Sampling probabilitas adalah sampling yang tahap-tahap penentuan
anggota sampelnya menggunakan cara random (acak). Sampling non-probabilitas
adalah sampling yang tidak menggunakan cara random. Dalam penelitian
kuantitatif, sampling non-probabilitas tidak diperbolehkan.
Sampling Non-Probabilitas
Salah satu jenis sampling non-probabilitas adalah sampling purposif
(purposive sampling). Ciri sampling ini adalah adanya pertimbangan-pertimbangan
tertentu dari peneliti untuk memilih sampel. Pertimbangan itu dapat berkenaan
dengan wilayah atau kelompok. Biasanya hal ini dilakukan untuk mempermudah
pengambilan sampel. Pada penelitian kualitatif, biasanya digunakan sampling
purposif.
Jenis lain dari sampling non-probabilitas adalah sampling aksidental
(accidental sampling). Sampling aksidental adalah sampling yang
dilakukan dengan memilih anggota sampel yang sudah ada di tangan atau yang
mudah dicari. Sampling ini adalah sampling yang paling lemah sekaligus yang
sering dipakai karena kemudahannya. Misalnya: untuk meneliti keinginan para
pedagang asongan, data diambil dari pedagang asongan yang kebetulan lewat di
suatu tempat, untuk meneliti seberapa baik NEM intake (masukan) Program
Studi Pendidikan Matematika FKIP UNS hanya menggunakan mahasiswa yang kebetulan
dibimbing oleh peneliti tersebut. Praktik-praktik semacam itu seharusnya tidak
digunakan dalam penelitian kuantitatif. Kalau pun sampling ini harus digunakan,
hendaknya digunakan dengan kehati-hatian yang memadai, cermat dan ketat dalam
analisis data maupun penafsirannya.
Sampling Probabilitas
Dari kedua jenis sampling tadi (probabilitas dan
non-probabilitas), yang dianggap paling baik dalam penelitian kuantitatif adalah
sampling probabilitas dengan cara menentukan sampel dengan cara rambang
(random, acak). Penentuan sampel secara rambang atau secara random dan sampel
yang diperoleh disebut sampel random. Dalam penentuan sampel secara random,
semua anggota populasi (secara individual atau secara kolektif) diberi peluang
yang sama untuk menjadi anggota sampel. Cara yang biasa digunakan untuk
mengambil sampel random ialah dengan cara lotere dan dengan menggunakan tabel
bilangan random. Cara lotere dilakukan dengan, misalnya, menuliskan semua nama
anggota sampel masing-masing pada secarik kertas, semua kertas digulung dan
diaduk, lalu peneliti mengambil kertas-kertas tersebut dengan mata tertutup
sebanyak yang dikehendaki. Kalau tersedia tabel bilangan random, maka peneliti
dapat menggunakannya dengan cara misalnya meletakkan pensil pada suatu bilangan
tertentu kemudian mengambil empat nomor di sekitarnya. Kalau dikehendaki sampel
berukuran 40, maka peneliti melakukan hal tersebut sebanyak 10 kali. Sampel
yang diperoleh adalah sampel yang anggota-anggotanya mempunyai nomor urut
seperti nomor bilangan random yang diperoleh. Dewasa ini terdapat program
komputer yang dapat mengeluarkan bilangan random sebanyak yang dikehendaki.
Program komputer tersebut dapat menggantikan tabel bilangan random.
Dalam penelitian terhadap sampel, ciri representativeness
sampel tidak pernah dapat dibuktikan, melainkan hanya dapat didekati secara
metodologis melalui parameter-parameter yang diketahui dan diakui baik atau
tidaknya secara teoritis maupun secara eksperimental. Ada empat parameter yang biasa dianggap
menentukan representativeness suatu sampel, yaitu: (1) variabilitas
populasi, (2) ukuran sampel, (3) teknik penentuan sampel, dan (4) kecermatan
memasukkan ciri-ciri populasi dalam sampel.
Dari keempat paramater tersebut di atas, variabilitas
populasi merupakan hal yang sudah "given", artinya peneliti harus
menerima sebagaimana adanya dan tidak dapat mengatur atau memanipulasikannya.
Ketiga parameter yang lain tidak demikian halnya.
Dari sisi ukuran sampel, makin besar ukuran sampel
(makin banyak anggota sampel yang
diambil) makin besar tingkat representativenessnya. Ketentuan ini
berlaku untuk populasi yang tidak homogen sempurna. Untuk populasi yang homogen
sempurna, ukuran sampel tidak mempengaruhi tingkat representativeness
sampel. Dari sisi teknik pengambilan sampel, makin tinggi tingkat random dalam
penentuan sampel, akan makin tinggi tingkat representativeness sampel.
Ketentuan ini berlaku bagi populasi yang tidak homogen sempurna. Akhirnya,
makin lengkap ciri-ciri populasi yang dimasukkan ke dalam sampel, akan makin
tinggi tingkat representativeness sampel.
Jika ukuran populasi berhingga, peluang random dapat
diberikan kepada anggota-anggota populasi secara individual, dalam arti cara
penarikan sampelnya dilakukan secara langsung dari populasi dengan unit anggota
populasi. Sampel yang diperoleh disebut sampel random sederhana dan samplingnya
disebut sampling random sederhana (simple random sampling). Tetapi kalau
populasinya berukuran sangat besar, sebaiknya peluang random diberikan kepada
anggota-anggota populasi secara kelompok atau secara bertingkat, dan kemudian
kalau perlu dilanjutkan dengan random individual. Berdasar pemikiran itu,
sampling probabilitas dapat berupa sampling random stratifikasi (stratified
random sampling) dan sampling random kluster (cluster random sampling),
serta kombinasi di antara keduanya.
Pada sampling random stratifikasi, populasi dibagi
menurut strata-strata, kemudian dari strata-strata tersebut ditarik anggota
sampel secara random dari sub-populasinya (yaitu strata-strata tadi). Misalnya
diadakan penelitian yang berkaitan dengan sikap pegawai negeri sipil (PNS).
Dalam hal ini PNS terbagi menjadi strata-strata, yaitu PNS golongan IV, PNS
golongan III, PNS golongan II, dan PNS golongan I. Berdasarkan strata tadi,
sampling random dikenakan berturut-turut terhadap PNS golongan IV, PNS golongan
III, PNS golongan II, dan PNS golongan I. Sampel yang diperoleh dari keempat
strata tadi dikumpulkan menjadi satu dan disebutlah sampel random stratifikasi.
Sampling random kluster adalah sampling random yang
dikenakan berturut-turut terhadap unit-unit atau sub-sub populasi. Unit-unit
atau sub-sub populasi ini disebut kluster. Dalam pengambilan sampel dengan cara
ini, kluster-kluster yang ada dianggap homogen (walaupun asumsi ini sering
tidak dapat dipenuhi). Untuk kluster yang dipilih, maka setiap anggota dari
kluster itu dipilih sebagai anggota sampel. Namun, kadang-kadang orang
melakukan rampling random kluster lagi di dalam suatu kluster. Misalnya, dalam
suatu penelitian pendidikan mengenai siswa sekolah dasar, lebih dulu diadakan
sampling random terhadap wilayah-wilayah pendidikan dari populasi. Kalau
populasinya adalah siswa-siswa sekolah dasar se Propinsi Jawa Tengah, maka
lebih dulu diadakan sampling random terhadap kabupaten-kabupaten dan diperoleh
beberapa kabupaten sebagai wakil dari Propinsi Jawa Tengah. Kemudian
berturut-turut dilakukan sampling random terhadap kabupaten terpilih, kecamatan
terpilih, sekolah dasar terpilih, dan akhirnya kepada para siswa dari sekolah
dasar terpilih. Sampel-sampel yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu dan
disebutlah sampel random kluster.
Walaupun berbagai teknik pengambilan sampel telah
dikembangkan dan parameter-parameter untuk perkiraan populasi telah
diidentifikasi, namun hampir tidak pernah peneliti dapat menemukan sampel yang
mencerminkan populasi secara sempurna. Hal ini terjadi, terutama, dalam
penelitian ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Karena itu, kekeliruan yang timbul
karena penggunaan sampel hampir selalu ada. Keadaan yang demikian itu lalu
menimbulkan kebutuhan untuk dapat memperhitungkan atau setidak-tidaknya
memperkira-kan besar kecilnya kekeliruan itu.
Istilah sampel random sebenarnya tidak hanya menunjuk
kepada cara pengambilan sampel, namun juga cara menempatkan sampel secara
random dalam penelitian eksperimental. Dengan penempatan sampel secara random,
peneliti akan dapat lebih tepat dalam membandingkan hasil yang diperolehnya
dengan distribusi sampel yang sering digunakan dalam uji signifikansi
statistik. Artinya, penempatan sampel secara random menjamin bahwa perbedaan antar-kelompok
dalam suatu variabel adalah tidak sistematik, sehingga perbedaan hasil yang
diperoleh lebih banyak disebabkan oleh faktor perlakuan yang diberikan.
Ukuran Sampel
Yang dimaksud dengan ukuran sampel adalah banyaknya anggota sampel.
Pertanyaan yang sering dimunculkan dalam penarikan sampel ialah seberapa besar
ukuran sampel yang harus digunakan. Tidak ada jawaban pasti atas pertanyaan
ini. Namun demikian, ada prinsip yang mengatakan bahwa semakin besar ukuran
sampel semakin baik. Jika ukuran sampel terlalu kecil, hasil penelitian mungkin
tidak tergeneralisasikan (generalizable) kepada populasinya.
Menurut Gray (1981), pada umumnya, ukuran sampel tergantung kepada
jenis penelitian yang dilakukan. Untuk penelitian deskriptif, sampel yang
beranggotakan 10% populasi dianggap sebagai ukuran minimum. Untuk populasi yang
ukurannya kecil, sebaiknya ukuran sampelnya adalah 20% dari ukuran populasinya.
Untuk penelitian korelasional, paling sedikit 30 subjek diperlukan untuk dapat
mendeteksi ada atau tidaknya korelasi. Untuk penelitian kausal komparatif dan
penelitan ekperimental, paling sedikit 30 subjek per kelompok (eksperimental
atau pembanding) agar supaya dapat dideteksi ada atau tidaknya perbedaan.
Tentu saja ketentuan minimum tersebut merupakan ketentuan yang
benar-benar minimum. Para peneliti dianjurkan
untuk mengambil ukuran sampel yang lebih besar dari ketentuan minimum tersebut.
Untuk mempelajari ukuran sampel ini secara lebih rinci, peneliti dapat membaca
buku-buku mengenai teknik penarikan sampel dalam kaitannya dengan kekuatan (power)
statistik yang diinginkan. Namun demikian perlu diingat bahwa ukuran sampel
bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi hasil penelitian.
Terdapat banyak sumber bias sampling, di samping ukuran sampel, misalnya karena
salah pengambilan teknik sampling.
PENGUMPULAN DATA
Seperti telah disebutkan, kualitas data ditentukan
oleh instrumen pengambil data. Namun ada satu hal lagi yang harus
dipertimbangkan, yaitu kualitas pengambil data. Kecuali hal itu, prosedur yang
dituntut oleh setiap metode pengambilan data yang digunakan harus dipenuhi
secara tertib. Pada umumnya, setiap alat atau metode pengambilan data mempunyai
panduan pelaksanaan. Panduan ini harus sejak awal difahami oleh peneliti dan
difahami pula oleh orang yang ditugasi mengambil data di lapangan.
Apa yang telah dikatakan di atas adalah untuk
pengambilan data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
(atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya. Di samping data primer, terdapat
data sekunder yang seringkali diperlukan oleh peneliti. Data sekunder itu
biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, misalnya data mengenai
keadaan demografis suatu daerah, data mengenai produktivitas suatu lembaga, dan
lain sebagainya. Mengenai data sekunder ini, peneliti tidak banyak dapat
berbuat untuk menjamin mutunya, karena dalam banyak hal, peneliti harus
menerima menurut apa adanya. Oleh karena itulah, dalam banyak hal (misalnya
dalam penyusunan tesis dan disertasi), dipersyaratkan adanya data primer.
contoh soal dong utk random sampling
Misalkan ada populasi : 12 sekolahan terpilih
kamu buat potongan kertas 12 buah (kayak arisan)
kamu kocok trus ambil sebanyak Sample yg kamu inginkan misalkan kamu mau 3 Sekolahan jadi kamu ngambil kertas 3 kali.