gravatar

Lanjutan BAB II Tesis Kualitatif

Sekolah Standar Nasional
Penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah atau hampir memenuhi standar nasional ke dalam kategori mandiri. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa sekolah kategori mandiri (SKM) harus menerapkan sistem kredit semester (SKS). SKS adalah salah satu sistem penerapan program pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai subyek. Pembelajaran berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar. Peserta didik diberi kebebasan untuk merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan minat, kemampuan, dan harapan masing-masing (Chandramohan, 2006).
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Mengacu pada konsep tersebut, SKS dapat diterapkan untuk menunjang realisasi konsep belajar tuntas yang digunakan dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada Sistem Kredit Semester, setiap satu satuan kredit semester (1 SKS) berbobot dua jam kegiatan pembelajaran per minggu selama 16 minggu per semester. Pada SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, satu jam kegiatan tatap muka berlangsung selama 45 menit, sedangkan 25 menit kegiatan terstruktur dan 25 menit kegiatan mandiri. Dengan demikian, penerapan SKS pada KTSP perlu dilakukan penyesuaian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tuntas di mana satuan kegiatan belajar peserta didik tidak diukur berdasarkan lama waktu kegiatan per minggu-semester tetapi pada satuan (unit) kompetensi yang dicapai.
Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit semester.
Dari ciri tersebut Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional memiliki profil sebagai persyaratan minimal yang meliputi :
1. Dukungan Internal:
  1. Kinerja Sekolah indikator terakreditasi A, rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00, persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir, animo tiga tahun terakhir > daya tampung, prestasi akademik dan non akademik yang diraih, melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jumlah siswa per kelas maksimal 32 orang, ada pertemuan rutin pimpinan dengan guru, ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua.
  2. Kurikulum, dengan indikator memiliki kurikulum Sekolah Kategori Mandiri, beban studi dinyatakan dengan satuan kredit semester, mata pelajaran yang ditawarkan ada yang wajib dan pilihan, panduan/dokumen penyelenggaraan, memiliki pedoman pembelajaran, memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat, memiliki panduan menjajagi potensi peserta didik dan memiliki pedoman penilaian.
  3. Kesiapan sekolah, dengan indikator Sekolah menyatakan bersedia melaksanakan Sistem Kredit Semester, Persentase guru yang menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%, Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS, Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan komputer.
  4. Sumber Daya Manusia, dengan indikator persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%, relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan (90 %), rasio guru dan siswa, jumlah tenaga administrasi akademik memadai, tersedia guru bimbingan konseling/ karir. (e) Fasilitas di sekolah, dengan indiktor memiliki ruang kepala Sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan, ruang Unit Kesehatan, tempat Olah Raga, tempat ibadah, lapangan bermain, komputer untuk administrasi, memiliki laboratorium: Bahasa, Teknologi informasi/komputer, Fisika, Kimia, Biologi, Multimedia, IPS, Perpustakaan yang memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran, memberikan Layananan bimbingan karir
2. Dukungan Eksternal
Untuk menyelenggarakan SKM/SSN berasal dari dukungan komite sekolah, orang tua peserta didik, dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dukungan dari tenaga pendamping pelaksanaan SKS.

Standar Pendidik dan Tenaga Pendidikan
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 13, dan PP 19 Pasal 1, ayat 7). Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Sedangkan, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003 Bab I, Pasal 1 ayat 5 dan ayat 6).
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003, Bab XI, Pasal 39, ayat 1). Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar (UU No. 20 Tahun 2003, Penjelasan Pasal 39, ayat 1).
Lingkup Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan mencakup: kriteria pendidikan prajabatan, kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidikan prajabatan adalah pendidikan formal untuk mempersiapkan calon pendidik dan tenaga kependidikan yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang terakreditasi, sesuai dengan perundang-undangan. Kelayakan fisik dan mental pendidik dan tenaga kependidikan adalah kondisi fisk dan mental pendidik dan tenaga kependidikan yang tidak mengganggu pembelajaran dan pelayanan pendidikan. Adapun, Pendidikan dalam jabatan adalah pendidikan dan pelatihan yang diperoleh pendidik dan tenaga kependidikan selama menjalankan tugas untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi akademiknya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang harus dimiliki guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional melalui pendidikan profesi.
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rokhani, serta memilki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dari perguruan tinggi terakreditasi yang dibuktikan dengan ijazah dan/ atau sertifikasi keahlian yang relevan dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini. Seperti halnya yang tertuang dalam UU Guru dan Dosen Pasal 10 dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
1.      Kompetensi Pedagogik
      Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut.
a)    Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
b)   Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c)    Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d)   Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
e)    Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2.      Kompetensi Kepribadian
      Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
a)    Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b)   Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
c)    Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d)   Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
e)    Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3.      Kompetensi Sosial
      Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut.
a)    Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
b)   Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
c)    Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4.      Kompetensi Profesional
      Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut.
a)    Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b)   Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
             Keempat kompetensi tersebut dalam praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pemilahan menjadi empat ini, semata-mata untuk kemudahan memahaminya. Beberapa ahli mengatakan istilah kompetensi profesional sebenarnya merupakan “payung”, karena telah mencakup semua kompetensi lainnya. Sedangkan penguasaan materi ajar secara luas dan mendalam lebih tepat disebut dengan penguasaan sumber bahan ajar (disciplinary content) atau sering disebut bidang studi keahlian. Hal ini mengacu pandangan yang menyebutkan bahwa sebagai guru yang berkompeten memiliki (1) pemahaman terhadap karakteristik peserta didik, (2) penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun kependidikan, (3) kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, dan (4) kemauan dan kemampuan mengembangkan profesionalitas dan kepribadian secara berkelanjutan.
          Ketika seorang guru memenuhi kriteria kompetensi guru yang disyaratkan dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut kemudian lulus dalam uji kompetensi, maka dapat dikatakan guru tersebut merupakan guru profesional. Sedangkan menurut Kusnandar (2007: 55) pengertian kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi guru tersebut meliputi: Pertama, kompetensi intelektual, yaitu berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagi guru. Kedua, kompetensi fisik, yaitu perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai guru dalam berbagai situasi. Ketiga, kompetensi pribadi, yaitu perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformsi diri, identitas diri, dan pemahaman diri. Kompetensi pribadi meliputi kemampuan-kemamuan dalam memahami diri, mengelola diri, mengendalikan diri, dan menghargai diri. Keempat, kompetensi sosial, yaitu perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dar pemahaman diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara efektif. Kompetensi sosial meliputi kemmpuan interaksi, dan pemecahan masalah kehidupan sosial. Kelima, kompetensi spiritual, yaitu pemahaman, penghayatan, serta pengamatan kaidah-kaidah keagamaan.
Pada konteks pendidikan Islam, Ngainun Naim (2009: 61), menambahkan setidaknya tiga kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, yaitu:
a)    Kompetensi personal-religius, yaitu memiliki kepribadian berdasarkan Islam. Di dalamnya melekat nilai-nilai yang dapat ditransinternalisasikan kepada peserta didik, seperti jujur, adil, suka musyawarah, disiplin, dll.
b)   Kompetensi sosial-religus, yaitu memiliki kepedulian terhadap persoalan-persoalan sosial yang selaras dengan ajaran Islam. Sikap gotong royong, suka menolong, egalitarian, toleransi, dan sebagainya merupakan sikap yang harus dimiliki pendidik yang dapat diwujudkan dalam proses pendidikan.
c)    Kompetensi profesional-religius, yaitu memiliki kemampuan menjalankan tugasnya secara profesional, yang didasarkan atas ajaran Islam.
Kompetensi pendidik sangatlah erat kaitannya dengan profesionalisme pendidik. Secara harfiah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ”profesional” berarti bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir). Sementara kata ”profesionalisme” berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Oleh karenanya, guru profesional dapat diartikan sebagai sebuah profesi (guru) yang memiliki kepandaian, keahlian, dan kompetensi khusus untuk menjalankan profesinya. Dengan arti lain, seorang guru yang memiliki profesionalisme dalam kerjanya merupakan seorang guru yang memiliki kualitas, mutu, dan tindak tanduk (akhlak) yang menunjukkan seorang guru yang profesional.
            Profesionalisme juga berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.  Menurut Burhanudin Salam (dalam Rahman, 2007), profesionalisme adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok yang menghasilkan nafkah hidup dan menghendaki suatu keahlian dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a.       Adanya pengetahuan khusus;
b.      Adanya kaidah atau standar moral yang tinggi;
c.       Mengabdi kepada kepentingan masyarakat;
d.       Ada izin khusus untuk melaksanakan suatu profesi; dan
e.        Biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi.
            DR. Ahmad Tafsir (dalam Rahman, 2007) mendefinisikan “profesionalisme” sebagai paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional.  Orang yang profesional ialah orang yang memiliki profesi.  Menurut Muchtar Luthfi (dalam Rahman, 2007) seseorang disebut memiliki profesi bila ia memenuhi delapan kriteria sebagai berikut;
a.       Profesi harus mengandung keahlian, artinya suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu. Keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus;               
b.      Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Profesi itu dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban, sepenuh waktu maksudnya bukan part-time;
c.       Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal, artinya profesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, dan teorinya terbuka. Secara universal pegangan itu diakui;
d.      Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri;
e.       Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif. Kecakapan dan kompetensi itu diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu terhadap kliennya;
f.       Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melaksanakan tugas profesinya. Otonomi ini hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekannya seprofesi;
g.      Profesi mempunyai kode etik, yang disebut dengan kode etik profesi, dan
h.      Profesi harus mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhkan layanan.
                Sementara itu, Finn (dalam Rahman, 2007)  menambahkan dua hal, yaitu pertama, bahwa suatu profesi memerlukan organisasi profesi yang kuat, gunanya untuk memperkuat dan mempertajam profesi itu. Kedua, suatu profesi harus mengenali dengan jelas hubungannya dengan profesi lain. Pengenalan ini terutamadiperlukan karena ada kalanya suatu garapan melibatkan lebih dari satu profesi. Haidar Putra Daulay (dalam Rahman, 2007), menyebutkan ciri profesi itu adalah (1) memiliki keahlian di bidang tersebut (2) menggunakan waktunya untuk bekerja dalam bidang tersebut, (3) hidup dari pekerjaan tersebut, dan (4) pekerjaan itu bukan sebagai hobi.
Made Pidarta (2007: 279) mengemukakan ciri-ciri profesi adalah sebagai berikut.
a.       Pilihan terhadap jabatan didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan hidup orang bersangkutan
b.      Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus, yang bersifat dinamis dan terus berkembang
c.       Ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut diperoleh melalui studi dalam jangka waktu lama di perguruan tinggi
d.      Mempunyai otonomi dalam bertindak ketika melayani klien (peserta didik)
e.       Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk mendapatkan keuntungan finansial
f.       Tidak mengadvertensikan keahliannya untuk mendapatkan klien (peserta didik)
g.      Menjadi anggota organisasi profesi
h.      Organisasi profesi tersebut menentukan persyaratkan penerimaan para anggota, membina profesi anggota, mengawasi perilaku anggota, memberi sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan anggota
i.        Memiliki kode etik profesi
j.        Mempunyai kekuatan dan status yang tinggi sebagai eksper yang diakui masyarakat
k.      Berhak mendapatkan imbalan yang layak.
Dalam konteks guru sebagai profesi, maka selayaknya butir-butir tersebut tersemat pada para guru. Walhasil, predikat pendidik atau guru tidak mungkin dikenakan kepada sembarang orang. Hanya orang-orang yang sudah belajar banyak tentang pendidikan dan sudah terlatih yang memang mampu melaksanakannya. Oleh karena itu, pekerjaan guru memang harus profesional.
Sebagai pengajar dan pendidik, guru selayaknya menyadari tentang hakikat seorang pendidik dan peserta didik yang dididiknya. Pendidik (guru) hakikatnya adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan tugas atau tanggung jawab untuk mengembangkan potensi akal dan budi seorang anak manusia (peserta didik). Sementara peserta didik, hakikatnya adalah manusia yang berhak untuk tumbuh dan berkembang menjadi makhluk Tuhan yang dibekali dengan berbagai kecakapan dan keterampilan baik secara lahiriah maupun batiniah melalui proses pendidikan.
Dalam rangka mewujudkan proses pendidikan tersebut, perlu diketahui tentang arti mendidik sehingga peserta didik dapat berkembang sempurna secara batiniah maupun lahiriah. Mengutip pendapat Made Pidarta (2007:281), mendidik diartikan sebagai berikut.
Mendidik adalah membuatkan kesempatan dan menciptakan situasi yang kondusif agar anak-anak sebagai subyek berkembang sendiri. Mendidik adalah suatu upaya membuat anak-anak mau dan dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan potensi-potensi lainnya secara optimal. Berarti mendidik memusatkan diri pada upaya pengembangan kognisi dan keterampilannya. Berkembangnya afeksi yang positif terhadap belajar, merupakan kunci keberhasilan belajar berikutnya, termasuk keberhasilan dalam meraih prestasi kognisi dan keterampilan.
Bagi guru, hal ini merupakan tanggung jawab yang tidaklah mudah. Seorang guru harus berani terus belajar sepanjang hayatnya dan juga berani untuk melakukan refleksi atas segala kekurangan dalam mengemban amanah tersebut. Oleh karena itu, tidak selayaknya seorang guru kurang bertanggung jawab dalam melaksanakan amanah yang tidak ringan tersebut. Perlu komitmen dalam hati untuk menjadi guru yang benar-benar mengajar dan mendidik para murid-muridnya sehingga menjadi manusia yang sesungguhnya (memanusiakan manusia). Inilah sebenarnya makna profesionalisme guru yang sesungguhnya.
Meskipun begitu, beberapa pendapat tentang profesionalisme guru dapat ditinjau dari pelbagai sudut pandang. Untuk dikatakan unggul dan profesional, guru harus mengembangkan kompetensi individunya dan tidak bergantung pada orang lain. Isjoni (2009:39) menyatakan bahwa konsep dasar profesi guru dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Pertama, sebagai profesi, jabatan guru hendaknya dipersyaratkan pada keahlian khusus yang harus dipersiapkan melalui pendidikan keahlian atau spesialisasi di bidang pendidikan dan pengajaran. Selain itu, haruslah memiliki kemampuan untuk terus meningkatkan keterampilannya dan didukung oleh penghasilan memadai. Kedua, dasar filosofis profesi guru menyatakan bahwa budaya bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur sebagaimana tecermin dalam diri guru melalui keteladanan yang layak digugu dan ditiru. Ketiga, dasar historis profesi guru yang menempatkan pekerjaan guru merupakan profesi yang sangat tua usianya di dunia. Keempat, dasar sosiologis profesi guru menyebutkan bahwa profesi guru merupakan pekerjaan pemersatu bangsa dan negara, melalui pemberian pemahaman nilai-nilai ketunggalan dalam kebhinekaan pada peserta didik dan anak bangsa yang dipersiapkan menjadi pemimpin masyarakat, bangsa, dan negara pada semua bidang kehidupan. Kelima, dasar yuridis profesi guru yang akhirnya ditetapkan melalui undang-undang tentang keberadaan profesi guru. Dengan demikian, guru harus mengerti bahwa mereka memiliki kompetensi dalam profesinya yang tidak dimiliki oleh kelompok profesi lainnya.
Sudarwin Danim (dalam Jumali, dkk., 2008:71) mengemukakan dalam pelaksanaan peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan dapat ditempuh melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan karakteristik, pendekatan institusional, dan pendekatan legalistik.
Pendekatan karakteristik menyatakan bahwa profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakan dengan elemen lainnya dan elemen tersebut tecermin dalam kehidupan seseorang. Karakteristik profesional ditandai dengan:
a.       Kemampuan intelektual yang didapat melalui pendidikan
b.      Memiliki kemampuan spesial dalam bidang keahliannya atau memiliki pengusaan metodologinya
c.       Memiliki pengetahuan yang dapat digunakan langsung oleh orang lain
d.      Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan
e.       Memiliki kapasitas dalam mengorganisasikan kerja secara mandiri
f.       Mementingkan kepentingan orang lain
g.      Memiliki kode etik
h.      Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas
i.        Mempunyai sistem upah
j.        Mempunyai budaya profesional yang dapat berupa penggunaan simbol-simbol.
Pendekatan institusional menyatakan bahwa profesional merupakan proses pengembangan yang bersifat asosional yaitu proses yang bertahap yang harus ditempuh dan dilalui agar menjadi profesional. Akibatnya, suatu pekerjaan akan menjadi profesional jika mengikuti tahapan berikut.
a.       Melahirkan suatu pekerjaan yang penuh waktu bukan sambilan
b.      Menetapkan sekolah sebagai tempat menjalani proses pendidikan
c.       Menetapkan asosiasi profesi
d.      Melakukan agitasi secara politis untuk memperjuangkan adanya perlindungan hukum terhadap asosiasi atau perhimpunan
e.       Mengadopsi secara formal kode etik yang ditetapkan
Pendekatan legalistik memandang bahwa suatu pekerjaan dikatakan profesional jika diakui oleh negara atau pemerintah dengan dilindungi Undang-Undang. Oleh karena itu, proses pengakuan tersebut dapat melalui tiga tahapan, yaitu:
a.       Registrasi, yaitu proses pencatatan pekerjaan pada kantor pemerintahan
b.      Sertifikasi, yaitu pengakuan atas kemampuan yang terkualifikasi baik dengan pengakuan oleh lembaga pemerintah maupun masyarakat
c.       Lisensi, yaitu pernyataan izin atas dasar pengakuan yang telah diberikan oleh pihak lain karena adanya sertifikat yang diterimanya.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang profesional jika memenuhi beberapa kriteria tertentu, baik akademik, institusional, legalitas, kepribadian, dan sosial.

Standar Sarana dan Prasarana
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimum tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Standar sarana dan prasarana mencakup: (1) pengadaan satuan pendidikan, (2) kelengkapan prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan gedung, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan, dan (3) kelengkapan sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Standar sarana dan prasarana ini disusun untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Pasal 42 PP Nomor 19 Tahun 2005, Bab VII tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan, menyatakan : (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, dan (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Selanjutnya, dalam pasal 43, dijelaskan: (1) Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia. (2) Standar jumlah peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan per peserta didik. (3) Standar buku perpustakaan dinyatakan dalam jumlah judul dan jenis buku di perpustakaan satuan pendidikan. (4) Standar jumlah buku teks pelajaran di perpustakaan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran untuk masing-masing mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan untuk setiap peserta didik. (5) Kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan buku teks pelajaran dinilai oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (6) Standar sumber belajar lainnya untuk setiap satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio jumlah sumber belajar terhadap peserta didik sesuai dengan jenis sumber belajar dan karakteristik satuan pendidikan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai lahan sekolah, dituangkan pada pasal 44, yaitu: (1) Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat. (2) Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio luas lahan per peserta didik. (3) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan sejenis dan sejenjang, serta letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik. (4) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut. (5) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan,
kenyamanan, dan kesehatan lingkungan.
Dalam pasal 45, dijelaskan tentang rasion ruang kelas dengan jumlah siswa, yaitu:  (1) Standar rasio luas ruang kelas per peserta didik dirumuskan oleh BSNP  dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (2) Standar rasio luas bangunan per peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (3) Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan dasar dan
menengah adalah kelas B. (4) Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan tinggi adalah kelas A. (5) Pada daerah rawan gempa bumi atau tanahnya labil, bangunan satuan pendidikan harus memenuhi ketentuan standar bangunan tahan gempa. (6) Standar kualitas bangunan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (4), dan (5) mengacu pada ketetapan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
Satuan pendidikan juga harus menyediakan akses bagi peserta didik yang memerlukan layanan khusus, apabila mereka menerimanya sebagai peserta didik. Hal ini diuraikan dalam pasal 46, sebagai berikut: (1) Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan layanan khusus wajib menyediakan akses ke sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan mereka. (2) Kriteria penyediaan akses sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Sarana dan prasarana yang telah tersedia di sekolah harus mampu dipelihara dan dijaga sebagaimana tercantum dalam pasal 47 yaitu  (1) Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 46 menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan. (2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan memperhatikan masa pakai. (3) Pengaturan tentang masa pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Archive

Entri Populer