IDENTIFIKASI, PEMILIHAN, DAN PERUMUSAN MASALAH
Masalah atau permasalahan muncul kalau terjadi kesenjangan (gap)
antara das Sollen dan das Sein, ada perbedaan antara apa yang
seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang diperlukan dan apa
yang tersedia, antara apa yang diharapkan dan apa yang dihadapi, dan sejenis
dengan itu. Penelitian pada dasarnya diharapkan dapat memecahkan masalah itu,
atau dengan kata lain dapat menutup atau setidak-tidaknya dapat memperkecil
kesenjangan itu.
Identifikasi Masalah
Masalah yang harus dipecahkan atau dijawab melalui
penelitian selalu ada dan tersedia cukup banyak. Tugas peneliti adalah mengidentifikasikannya,
memilihnya, dan merumuskan-nya. Namun demikian, agar seseorang dapat dengan
mudah melihat sesuatu permasalahan, maka dia harus cukup terlatih.
Hal-hal yang menjadi sumber masalah, antara lain,
adalah: (1) bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian, (2)
seminar, diskusi, dan lain-lain pertemuan ilmiah, (3) pernyataan pemegang
otoritas, (4) pengamatan sepintas, (5) pengalaman pribadi, dan (6) perasa-an
intuitif (Sumadi Suryabrata, 1983:61).
Bacaan
Bacaan, terutama bacaan yang melaporkan hasil-hasil
penelitian (misalnya proceedings, jurnal penelitian, atau bahkan laporan
suatu penelitian) mudah dijadikan sumber masalah penelitian, karena laporan
penelitian yang baik tentu akan mencantumkan rekomendasi untuk penelitian lebih
lanjut dengan arah tertentu. Semakin banyak membaca jurnal-jurnal penelitian,
seseorang akan lebih mudah mendapatkan masalah penelitian. Kecuali semakin
mudah mendapatkan masalah penelitian, semakin banyak membaca jurnal-jurnal
penelitian, seseorang akan dapat dengan mudah melakukan pembahasan terhadap
penelitiannya.
Masalah yang timbul sekaitan dengan ini ialah kurang
tersedianya jurnal-jurnal penelitian yang baik. Perpustakaan-perpustakaan kita
jarang berlangganan jurnal-jurnal penelitian bergengsi, terutama jurnal-jurnal
penelitian berskala internasional. Ini disebabkan antara lain berlangganan
jurnal-jurnal penelitian internasional sangat mahal untuk ukuran orang Indonesia.
Diskusi, Seminar, Pertemuan Ilmiah
Diskusi, seminar, dan pertemuan ilmiah semacam itu juga merupakan
sumber masalah penelitian yang cukup kaya. Pada pertemuan ilmiah seseorang
dapat melihat, menganalisis, menyimpulkan, dan mempersoalkan hal-hal yang
dijadikan pokok pembicaraan.
Seseorang yang ingin menjadi peneliti yang baik harus rajin menghadiri
pertemuan ilmiah semacam itu. Di perguruan tinggi ternama, seseorang dapat
menghadiri pertemuan ilmiah semacam itu, yang biasanya diadakan secara reguler,
dengan tanpa biaya. Sebelum ujian tesis atau disertasi, misalnya, biasanya
promovendus diminta menyampaikan tesis atau disertasinya dalam suatu seminar
terbuka yang dapat dihadiri oleh setiap orang. Di Lembaga Penelitian
Universitas juga sering diadakan pertemuan ilmiah untuk menyeminarkan laporan
hasil penelitian sebagai umpan balik untuk menyempurnakan laporan hasil
penelitian. Wahana yang seperti ini juga sangat baik untuk mendapatkan masalah
penelitian.
Pernyataan pemegang otoritas
Pernyataan pemegang otoritas, baik pemegang otoritas
dalam pemerintahan maupun dalam bidang ilmu tertentu, dapat menjadi sumber
masalah penelitian. Pada suatu ketika, misalnya, Mendiknas mengatakan bahwa
daya serap mata pelajaran Matematika untuk siswa-siswa sekolah dasar rendah.
Pernyataan ini dapat mengundang berbagai penelitian, misalnya untuk meneliti
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya daya serap siswa, apakah ada
perbedaan antara sekolah dasar di perkotaan dan di perdesaan mengenai daya
serap siswa, dan usaha apa yang perlu dilakukan untuk mempertinggi daya serap
siswa.
Pengamatan sepintas
Seringkali terjadi, seseorang menemukan masalah penelitiannya,
secara tidak sengaja, dalam suatu perjalanan. Ketika berangkat dari rumah,
seseorang mungkin saja tidak ada rencana untuk mencari masalah penelitian.
Namun dalam perjalanannya ke tempat tujuan mungkin saja seseorang tersebut
menemukan masalah penelitian. Seorang peneliti kependidikan mungkin mendapatkan
masalah penelitian karena di perjalanannya ke kantor dia melihat perkelahian
antarsiswa sekolah menengah. Masalah penelitian yang muncul dari kejadian itu,
misalnya, mengapa para pelajar tersebut berkelahi, apa yang menyebabkan, dan
upaya apa yang perlu dilakukan untuk menghindari perkelahian. Seorang guru
mungkin mengamati bahwa siswa-siswa yang nakal cenderung mempunyai nilai metematika
yang tinggi, sehingga di benaknya timbul masalah penelitian adakah korelasi
positif antara kenakalan anak dengan prestasi belajar matematika.
Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi sering pula menjadi sumber
diketemukannya masalah penelitian. Lebih-lebih dalam ilmu-ilmu sosial, hal yang
demikian mudah sekali terjadi. Mungkin pengalaman pribadi itu berkaitan dengan
sejarah perkembangan dan kehidupan pribadi, mungkin pula berkaitan dengan
kehidupan profesional.
Seorang peneliti mungkin mempunyai pengalaman mengenai anak-anaknya
sendiri. Misalnya dari kelima anaknya, tiga di antaranya suka minum air susu
ibu (ASI), sedangkan dua yang lainnya suka minum susu kaleng. Tiga anaknya
tersebut ternyata mempunyai daya tahan tubuh yang lebih baik dari dua saudaranya
yang lain, namun kalah prestasi belajar matematikanya. Dari pengalaman ini,
mungkin saja peneliti mempunyai masalah penelitian, apakah benar bahwa anak
yang diberi ASI cukup mempunyai daya tahan tubuh yang lebih baik dari pada yang
tidak dan apakah benar bahwa anak yang banyak minum susu kaleng lebih cerdas
dari anak yang banyak minum ASI selama tiga tahun pertama.
Perasaan intuitif
Tidak jarang terjadi, masalah penelitian itu muncul
dalam pikiran seseorang pada pagi hari setelah bangun tidur atau pada saat-saat
sedang atau setelah istirahat. Bisa jadi selama tidur atau istirahat itu
terjadi semacam konsolidasi atau pengendapan berbagai informasi yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti itu, yang lalu muncul dalam bentuk pertanyaan
atau permasalahan penelitian.
Pemilihan Masalah
Setelah masalah penelitian diidentifikasi dari suatu
sumber, kadang-kadang banyak ditemukan masalah penelitian. Tentu saja seseorang
tidak akan dapat menyelesaikan masalah penelitiannya dalam waktu yang
bersamaan. Oleh karena itu, seseorang harus melakukan pemilihan masalah
penelitian mana yang layak dan sesuai untuk diteliti.
Pertimbangan untuk memilih atau menentukan apakah
sesuatu masalah penelitian layak dan sesuai untuk diteliti, pada dasarnya
dilakukan dari dua arah, yaitu: (1) dari sisi objektif, yaitu dari arah
masalahnya, dan (2) dari sisi subjektif, yaitu dari arah calon peneliti.
Pertimbangan objektif
Untuk menentukan apakah sesuatu masalah layak diteliti
perlu dibuat pertimbangan-pertimbangan objektif, yaitu dari arah masalahnya.
Dari sudut pandang objektif ini, biasanya seseorang akan mempertimbangkan dari
dua hal. Pertama, mempertimbangkan apakah masalah penelitian yang akan
diangkatnya dapat memberikan sumbangan kepada pengembangan teori di bidang itu.
Kedua, apakah masalah penelitian yang diangkatnya akan dapat memberikan
sumbangan praktis, misalnya untuk pemecahan masalah pendidikan di lapangan.
Semakin besar sumbangannya terhadap pengembangan teori dan atau sumbangan
praktis, semakin layak untuk diteliti.
Kelayakan sesuatu masalah penelitian untuk diteliti
itu sifatnya relatif, tergantung kepada konteksnya. Sesuatu masalah yang layak
untuk diteliti dalam suatu konteks tertentu, mungkin kurang layak kalau ditempatkan
dalam konteks yang lain. Oleh karena itu, calon peneliti harus melakukan
evaluasi kritis mengenai hal ini.
Dari sudut pandang objektif, pemilihan masalah
penelitian juga perlu dipertimbangkan dari sisi kemudahan pencarian data dan
analisisnya. Juga perlu dipertimbangkan apakah akan terdapat dampak etika,
moral, dan politik yang berkaitan dengan masalah penelitian. Kalau masalah
penelitian dimungkinkan akan berdampak buruk terhadap etika, moral, dan
politik, seyogyanya dihindari, walaupun pada dasarnya penelitian kuantitatif adalah
bebas nilai.
Pertimbangan subjektif
Dari sudut pandang subjektif, yaitu pertimbangan dari arah calon
peneliti, perlu dipertimbangkan apakah masalah itu sesuai dengan kemampuan
calon peneliti. Sesuai atau tidaknya suatu masalah itu untuk diteliti terutama
bergantung kepada apakah masalah tersebut manageable (dapat dilakukan)
atau tidak oleh si calon peneliti. Hal itu terutama dilihat dari lima segi, yaitu: (1)
biaya yang tersedia, (2) waktu yang digunakan, (3) alat dan perlengkapan yang
tersedia, (4) bekal kemampuan teoretis, (5) penguasaan metode yang diperlukan.
Setiap calon peneliti perlu menanyakan kepada diri sendiri apakah dia cukup
mampu menyelesaikan masalah penelitiannya jika dilihat dari kelima hal di atas.
Jika tidak, seyogyanya dipilih masalah penelitian yang lain.
Namun demikian, disarankan agar seseorang tidak mudah
menyerah kepada kendala manajerial tersebut. Kadang-kadang kendala manajerial
tersebut dapat pula menjadi tantangan menarik yang harus diselesaikan oleh
peneliti, yang kadang-kadang membuat peneliti lebih maju daripada sebelumnya.
Misalnya, karena mendapat pesanan untuk meneliti dengan responden yang sangat
banyak (misalnya sebanyak 5.000 orang), dia harus menggunakan paket program
komputer untuk mengolah data. Pada hal dia selama ini belum pernah
mengoperasikan paket program komputer satu pun. Maka dia (walaupun mungkin
mengeluarkan biaya yang cukup besar) belajar menggunakan suatu paket program
komputer, dengan mengikuti kursus tertentu. Dengan demikian, kendala penguasaan
paket program komputer menjadikan peneliti tersebut lebih baik daripada
sebelumnya. Hal semacam ini perlu dikemukakan, karena pada dasarnya seorang
peneliti haruslah orang-orang yang ulet dan orang-orang yang tidak pernah
menyerah dalam menghadapi tantangan. Karena alasan inilah banyak ilmuwan yang
tidak dapat kaya, karena uang yang diperolehnya selalu dipakai untuk mengupgrade dirinya untuk menjadi peneliti
yang lebih baik. Upgrading ini pun
tidak akan pernah berhenti (never ending) sepanjang hayat.
Perumusan Masalah
Setelah masalah diidentifikasi, dipilih, maka lalu
perlu dirumuskan. Permusan ini penting, karena hasilnya akan menjadi penuntun
bagi langkah-langkah selanjutnya. Mengenai perumusan masalah, biasanya disarankan
agar: (1) masalah dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, (2) rumusan masalah
hendaknya padat dan jelas, (3) rumusan masalah hendaknya memberi petunjuk
tentang dimungkinkannya mengumpulkan data dan menjawab hipotesis penelitian.
Beberapa contoh mengenai perumusan masalah adalah
sebagai berikut.
a.
Apakah mengajar dengan
menggunakan LKS lebih baik daripada mengajar dengan cara tradisional?
b.
Apakah anak-anak yang
dilahirkan oleh ibu yang berumur antara 20 tahun sampai dengan 35 tahun lebih baik
prestasi belajar matematikanya daripada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang
umurnya di luar itu?
c.
Apakah setelah diberi motivasi
yang cukup, prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik daripada
sebelumnya.
d.
Apakah ada korelasi positif
antara NEM Matematika SLTP dengan keberhasilan belajar Matematika di SMU?
e.
Apakah ada korelasi negatif
antara tingkat kecerdasan dengan tingkat keberhasilan mendapatkan pekerjaan?
f.
Apakah EQ (Emotional
Quotient) dapat dipakai untuk meramalkan keberhasilan memimpin suatu
perusahaan?