
Teori Belajar
1. Teori Belajar
Teori psikologi belajar
meliputi dua aspek yaitu aspek perilaku dan aspek kognitif siswa. Apek
perilaku yang diamati antara lain aspek-aspek luar dari pembelajaran yaitu rangsangan
eksternal, respon tingkah laku dari siswa, dan penguat yang meliputi respon
yang cepat. Sedangkan aspek kognitif
yang diamati tidak sekedar aspek
eksternal, tetapi juga mengamati apa yang terjadi didalam pikiran siswa,
misalnya bagaimana pengetahuan diperoleh, diorganisir, disimpan dalam memori
yang digunakan untuk berpikir.
a. Teori Vygotsky
Berdasarkan
teori Vygotsky (dalam Asri Budiningsih 2005: 99) bahwa pembelajaran terjadi jika
siswa bekerja pada jangkauan siswa yang disebut zone of proximal development.
Zone of proximal development diartikan
sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih
berada pada proses perkembangan. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa fungsi mental
yang lebih tinggi terserap oleh individu tersebut. Hal penting dalam teori
Vygotsky adalah pemberian sejumlah bantuan kepada seorang siswa selama
tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambilalih tanggungjawab
yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat
berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menjelaskan langkah–langkah pemecahan
masalah, memberikan contoh yang memungkinkan siswa dapat tumbuh mandiri. Memberikan
bantuan tidak hanya dari guru ke siswa saja akan tetapi dapat juga dari siswa
ke siswa.
b.
Teori Brunner
Jerome S. Brunner (dalam Ratna
Wilis Dahar 1996: 97) mengemukakan bahwa inti dari belajar adalah cara-cara
bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentranformasikan informasi secara aktif.
Selanjutnya Brunner berpendapat bahwa belajar melibatkan tiga proses yang
berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah: memperoleh informasi
baru, tranformasi informasi dan menguji relevansi serta ketepatan pengetahuan
Informasi baru dapat merupakan penghalusan
dari informasi sebelumya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat
sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya. Dalam tranformasi
pengetahuan, seseorang memperlakukan tranformasi menyangkut cara bagaimana memperlakukan
pengetahuan, apakah dengan cara eksplorasi, atau mengubah menjadi bentuk lain. Untuk
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan, dengan menilai apakah cara yang
digunakan dalam memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.
Bruner berpendapat, tujuan belajar sebenarnya
adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih
kemampuan-kemampuan intelektual para siswa dan merangsang keingintahuan mereka
dan memotivasi kemampuan mereka. Teori Brunner tentang belajar tidak dikaitkan
dengan umur. Ada dua bagian penting dalam teori Brunner yang mendukung dalam
teori ini yaitu: (Suwarsono, 2002: 26–30).
c. Teori
Belajar Piaget
Teori belajar kognitif yang
terkenal adalah teori Piaget. Menurut Piaget (dalam Ratna Wilis Dahar, 1996: 150),
perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan
adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mensistimatikkan
atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem
yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur.
Adaptasi merupakan organisasi
yang cenderung untuk menyesuaikan diri atau mengadaptasi dengan lingkungannya.
Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan
akomodasi. Dalam proses asimilasi, seseorang menggunakan struktur dan kemampuan
yang sudah ada dalam pikirannya untuk mengadakan respon terhadap tantangan
lingkungan. Dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi dalam
menghadapi adaptasi. Andaikata dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat
mengadakan adaptasi pada lingkungannya maka akan terjadi proses
ketidakseimbangan (disequlibrium),
yaitu ketidaksesuaian atau ketidakcocokan antara pemahaman saat ini dengan
dengan pengalaman baru. Akibat ketidaksetimbangan ini maka terjadilah
akomodasi, dan struktur yang ada megalami perubahan atau struktur baru timbul.
Perkembangan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan
ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequlibrium-equilibrium).
Tetapi bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat
intelektual yang lebih tinggi daripada sebelumnya (Ratna Wilis Dahar, 1996: 151).
Teori
Piaget tentang perkembangan intelektual ini menggambarkan tentang
konstruktivisme. Pandangan tersebut menggambarkan bahwa perkembangan
intelektual adalah suatu proses dimana anak secara aktif membangun pemahamannya
dari hasil pemahaman dan interaksi dengan lingkungannya. Anak secara aktif
membangun pengetahuannnya dengan terus menerus melakukan akomodasi dan
asimilasi terhadap informasi-informasi baru yang diterimanya.
Implikasi
dari teori Piaget dalam pembelajaran (Slavin, 1995: 5) sebagai berikut:
1) Memusatkan perhatian pada
proses berpikir anak, bukan sekedar pada hasilnya.
2)
Menekankan pada pentingnya peran siswa berinisiatif
sendiri dan keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas pengetahuan tidak mendapat
penekanan melainkan anak didorong menemukan sendiri melalui interaksi lingkungannnya.
3)
Memaklumi adanya
perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan. Guru harus melakukan upaya khusus
untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu atau kelompok-kelompok kecil.
Berdasarkan teori Piaget,
pembelajaran kooperatif cocok dalam kegiatan pembelajaran matematika, karena
pembelajaran kooperatif memfokuskan pada proses berpikir anak, bukan sekedar
pada hasil. Selain itu dalam pembelajaran ini mengutamakan peran siswa
berinisiatif untuk menemukan jawaban dari soal yang diberikan oleh guru dengan
cara sendiri dan siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran.