
POLEMIK PEMENUHAN AMANAT UNDANG-UNDANG DASAR: Analisis Klaim Pemerintah atas Pemenuhan Anggaran Pendidikan Sebesar 20% dari APBN
A.
Kenapa Muncul
Opini Seolah Pemerintah “Mengakali” Amanat UUD 1945 Mengenai 20% APBN untuk
Pendidikan?
Masalah
ini muncul akibat belum adanya petunjuk teknis yang
detail mengenai apa itu "anggaran pendidikan", "dana pendidikan", dan pos-pos apa saja yang dapat masuk dalam kategori "anggaran
pendidikan". Dalam UU Sisdiknas 2003 “dana pendidikan”
selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20%
dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD (Pasal 49 ayat (1)
UU Sisdiknas 2003). Di sini terjadi pengkhususan pengertian anggaran
pendidikan, yaitu “dana pendidikan” dan “selain gaji pendidikan dan biaya
pendidikan kedinasan”. Haruskah pengertian konstitusional anggaran pendidikan
disamakan dengan dana pendidikan? Apakah gaji pendidikan tidak menjadi bagian
dari anggaran pendidikan? Apakah anggaran
pendidikan hanya dikelola Depdiknas dan Depag?[1]
Tercatat 17 kementerian selain
Kemendiknas dan Kemenag (yang notabene langsung membawahi sekolah dan madrasah) ikut menikmati aliran anggaran
pendidikan (yang di dalamnya tercakup anggaran penyelenggaraan
pendidikan kedinasan). Benarlah
pendapat pengamat pendidikan Darmaningtyas, yang menilai anggaran
pendidikan "… memang (sudah) 20 persen, tetapi sebetulnya yang jatuh untuk
operasional kecil". Dalam tulisan tersebut, Darmaningtyas juga menyebutkan
bahwa Kemendikbud selaku lembaga negara yang -tanpa mengecilkan arti lembaga
lain- paling bertanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan di Indonesia,
mengelola bagian anggaran --dari nilai 20% tersebut-- yang relatif kecil.[2]
Jika
kita perhatikan pada tahun 2012 Kemendikbud mendapatkan jatah Rp.75.579.017.974.400,00
(sekitar 75 trilyun rupiah) atau 4.93% dari total APBN-P 2012. Kemenag yang
ikut membawahi lembaga pendidikan MI, MTs, dan MA mendapat jatah Rp.32.671.429.311.600,00
(sekitar 35 trilyun rupiah) atau 2.13% dari total APBN-P 2012. Angka yang
relatif kecil jika dibandingkan dengan APBN keseluruhan. Untuk tahun 2013, walaupun
keseluruhan anggaran pendidikan akan naik sekitar 7,7% (dari 308 trilyun
menjadi 331 trilyun), dalam RAPBN 2013 diisyaratkan bahwa jatah Kemendiknas
yang berjumlah 75 trilyun akan dipangkas hingga tinggal 66 trilyun atau menjadi
3.98% dari total RAPBN 2013 yang menembus angka 1.657 trilyun.
Penting
bagi pemerintah dan DPR untuk mulai menggodok aturan teknis dan penafsiran
mengenai UUD 45 pasal 31 dan UU Sisdiknas Pasal 49, terkait apa saja yang bisa
masuk dalam kategori anggaran pendidikan dan dana pendidikan. Aturan tersebut
haruslah berupa undang-undang atau minimal Perpu, sehingga aturan tersebut
mempunyai kedudukan kuat. Aturan tersebut seyogyanya juga detail sehingga minim
multitafsir, sehingga meminimalisir kerancuan yang muncul di masyarakat. Di
masa depan aturan tersebut akan mempermudah penyusunan anggaran karena
pemerintah (terutama Kemenkeu) tidak perlu menafsirkan poin-poin apa saja yang
masuk dalam anggaran pendidikan.
B.
Perlunya Audit
dan Transparansi Anggaran
Mengutip
dari Press Release Fitra, bahwa semakin besar anggaran pendidikan,
semakin tidak akuntabel pengelolaannya. Hasil pemeriksaan atas laporan Keuangan
Pemerintah Pusat tahun 2011, BPK memberikan opini Tidak Memberikan Pendapat
(TMP/disclaimer) atas laporan keuangan Kemendikbud dan Badan Nasional
Pengelolaan Perbatasan. Kemendikbud menjadi “juara bertahan” dalam hal buruknya
pengelolaan keuangan setelah menjadi satu-satunya Kementerian/Lembaga yang
memperoleh opini TMP dalam dua tahun berturut-turut. Situasi ini tentunya
sangat mengkhawatirkan. Anggaran begitu besar jika dikelola dengan tidak
akuntabel maka yang terjadi adalah penyimpangan besar-besaran. Kementerian yang
bertanggungjawab untuk mencetak generasi penerus melalui sistem pendidikan yang
berkualitas bisa jadi akan berubah menjadi sarang koruptor.[3]
Pemakalah
sepakat dengan Fitra, untuk memberikan beberapa saran, antara lain: (1)
diperlukan audit kinerja terhadap kebijakan alokasi anggaran pendidikan BPK
yang telah berjalan selama 4 tahun untuk mengidentifikasi tingkat efektivitas
dari anggaran tersebut. (2) Kemendikbud --sebagai penanggung jawab utama bidang
pendidikan-- menyusun laporan kinerja yang terintegrasi mengenai alokasi
anggaran pendidikan yang tersebar dalam berbagai pos menjadi satu kesatuan
untuk memudahkan evaluasi anggaran pendidikan yang telah dialokasikan.
C.
Penutup
Mau
tidak mau pemerintah memang harus mengakui bahwa pemenuhan amanat UUD mengenai
20% anggaran belumlah tercapai --setidaknya secara ideal--. Dari APBN-P 2012
dan RAPBN 2013 terlihat dari masih dimasukkannya gaji pendidik, tunjangan
profesi guru, dan dana pendidikan kedinasan dalam anggaran pendidikan.
Selanjutnya,
munculnya opini seolah pemerintah “mengakali” amanat UUD 1945 mengenai 20% APBN dan timbulnya kekisruhan
mengenai pemenuhan amanat UUD 45 tentang anggaran pendidikan disebabkan tidak
adanya kejelasan mengenai apa itu anggaran pendidikan, dana pendidikan, pos-pos
apa saja yang bisa dikategorikan dalam anggaran pendidikan, dan kementerian
mana saja yang berhak mengelola anggaran pendidikan. Sehingga pemerintah dan
DPR perlu merumuskan aturan baru sebagai petunjuk teknis penyusunan anggaran
pendidikan.
Terakhir,
perlu dilakukan audit dan pengawasan yang ketat oleh BPK dan Kemendikbud
sehingga anggaran pendidikan yang jumlahnya sangat besar tidak bocor dan
diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. [ ]
D.
Daftar Pustaka
Djumberansjah Indar. 1994. Filsafat Pendidikan. Surabaya:
Karya Abditama.
Kemenkeu RI, Nota Keuangan dan APBN-P 2012
-----------------, Nota Keuangan dan RAPBN 2013
Ki Hadjar Dewantara, 2009. Menuju Manusia Merdeka.
Yogyakarta: Leutika
Listyono Santoso, dkk. 2003. Epistemologi Kiri. Yogyakarta:
Ar-Ruzz
Made Pidarta. 1997. Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka
Cipta
Mandala Harefa, t.th. Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran
Pendidikan: Antara Keinginan dan Keterbatasan,
Jakarta: Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi, Jakarta: Sekretariat
Jenderal DPR RI
Pusat Bahasa, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Departemen Pen-didikan Nasional,
Ronny Sautma Hotma Bako, t.th. Diskursus Hukum Anggaran
Pendidikan Sebesar 20%,. Jakarta: Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
Sekretariat Jenderal DPR-RI
Mohammad Fajrul Falaakh. Debat Anggaran Pendidikan, http://www.unisosdem.
org/article_detail.php?aid=9175&coid=1&caid=52&gid=3
http://edukasi.kompas.com/read/2012/08/12/08222135/2013.Alokasi.Dana.Pendidikan.
Daerah.Rp.125.Triliun
http://edukasi.kompas.com/read/2012/07/04/13575176/Membongkar.Kebohongan.Anggaran.Pendidikan.20.Persen
wikipedia.com
Yuna Farhan, 2012 “Keranjang Sampah
Pendidikan dan Pemanis Anggaran Kemiskinan”, Press Release
Fitra, Jakarta: Seknas Fitra
[1] Mohammad
Fajrul Falaakh. Debat Anggaran Pendidikan, http://www.unisosdem.org/
article_detail.php?aid=9175&coid=1&caid=52&gid=3
[2]
http://edukasi.kompas.com/read/2012/07/04/13575176/Membongkar.Kebohongan.Ang-garan.Pendidikan.20.Persen
[3] Yuna Farhan,
“Keranjang Sampah Pendidikan dan Pemanis Anggaran Kemiskinan”, Press Release
Fitra, (Jakarta: Seknas Fitra, 2012) h.1-2