Efektivitas Pembelajaran
1.
Efektivitas
Pembelajaran
Salah satu
usaha nyata untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah penggunaan strategi
pembelajaran yang efektif. Efektivitas berasal dari Bahasa Inggris effective
yang berarti berhasil atau tepat. Selain itu kata dasar dari
efektivitas adalah efektif yang berarti keadaan berpengaruh, keberhasilan
terhadap usaha atau tindakan.[1] Efektivitas
merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana
pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil
yang diperoleh, tingkat daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat
kepuasaan pengguna/client.[2]
Efektivitas
menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika
usaha itu mencapai tujuannya[3],
sedangkan menurut Reigeluth (1983) efektif adalah berapa banyak tujuan
pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa. Efektivitas ini
diwujudkan dalam bentuk skor hasil belajar.[4] Dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran, maka dibutuhkan komponen-komponen yang menunjang tujuan tersebut.
Di antara komponen-komponen tersebut
adalah pembelajaran
matematika yang dilaksanakan menggunakan metode yang tepat. Menurut Elis (1986:19)
efektivitas kecuali mengacu pada proses juga mengacu pada hasil, yaitu
peringkat prestasi akademik yang dicapai siswa melalui tes (ujian) baku.[5] Efektivitas
pembelajaran yang dimaksud dalam skripsi ini adalah ukuran keberhasilan suatu tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan sebelumnya yang diwujudkan dalam skor hasil belajar.
Pembelajaran dikatakan efektif
apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan,
peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan,
sarana/fasilitas memadai, materi dan metode affordable, guru
profesional. Tinjauan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya,
yaitu kompetensi siswa.[6] Dalam penelitian
ini metode Cooperative Script dikatakan lebih efektif daripada pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar matematika siswa, jika metode Cooperative Script dapat memberikan pengaruh yang lebih positif dibandingkan
dengan pengaruh dari pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar.
2.
Pembelajaran
Matematika
Belajar
merupakan suatu proses yang fundamental. Setiap individu dapat mengembangkan
kepribadiannya melalui kegiatan belajar. Menurut Erman belajar adalah proses perubahan tingkah
laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dan pengalaman[7]
sedangkan Wina mengemukakan bahwa belajar
bukan hanya sekedar menghafal atau mengembangkan kemampuan intelektual, akan tetapi mengembangkan
setiap aspek, baik kemampuan kognitif, sikap, emosi, kebiasaan dan lain
sebagainya.[8]
Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku
individu dalam mengembangkan
setiap aspek salah satunya adalah aspek kognitif.
Dalam
lingkup sekolah, aktivitas untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses
belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program
belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.[9] Pembelajaran menurut
Sudjana (2000) yang dikutip Sugihartono, dkk merupakan setiap upaya yang
dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik
melakukan kegiatan belajar.[10]
Pembelajaran
matematika pun merupakan salah satu kegiatan yang ada di sekolah. Salah satu
tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan dan peningkatan penalaran.
Siswa dikondisikan sedemikian rupa sehingga dalam mempelajari matematika
memungkinkan adanya pembentukan sifat dan berpikir kritis dan kreatif[11]. Dengan demikian guru
sebagai dinamisator dan fasilitator perlu memperhatikan daya imajinasi dan rasa
ingin tahu siswa. Hal tersebut perlu untuk dipupuk serta ditumbuhkembangkan.
Siswa perlu dibiasakan untuk diberi kesempatan bertanya dan berpendapat,
sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna.
Dalam
pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya memilih dan menggunakan
strategi, pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif
dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Siswa dibawa ke arah
mengamati, menebak, berbuat, mencoba, maupun menjawab pertanyaan dan kalau
mungkin mendebat. Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan dapat
menumbuhkan sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis. Dalam hal
ini, kreativitas guru amat penting untuk mengembangkan model-model pembelajaran
yang secara khusus cocok dengan kelas yang dibinanya termasuk sarana
prasarananya yang mendukung terjadinya optimalisasi interaksi semua unsur
pembelajaran.[12]
Sekarang
ini banyak sekali metode
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di dalam sebuah
kelas dan salah satu metode
pembelajaran yang sangat mungkin dapat diterapkan dan dikembangkan adalah metode pembelajaran Cooperative Script.
3. Cooperative Script (Skrip Kooperatif)
Skrip kooperatif merupakan metode belajar di mana
siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah pembelajaran dengan model cooperative script adalah sebagai
berikut:[13]
1.
Guru membagi
siswa untuk berpasangan
2.
Guru
membagikan materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
3.
Guru dan siswa
menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang
berperan sebagai pendengar
4.
Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya.
Sementara pendengar:
·
Menyimak/mengoreksi/menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap.
·
Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya
atau dengan materi lainnya
5.
Bertukar
peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta
lakukan seperti di atas
6.
Kesimpulan
siswa bersama-sama dengan guru
7.
Penutup
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga
dengan model pembelajaran cooperative script. Kelebihan dari model pembelajaran cooperative
script antara lain :
a.
Melatih pendengaran, ketelitian atau kecermatan.
b.
Setiap siswa mendapat peran.
c.
Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kelemahan
dari model pembelajaran cooperative
script adalah tidak
dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan siswa harus mampu mengikhtisarkan materi pelajaran secara individu.
4.
Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru
yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas.
Ceramah merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lesan dari
seseorang kepada sejumlah pendengar disuatu ruangan. Kegiatan berpusat pada
penceramah dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah
mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat
catatan seperlunya.
Gambaran pembelajaran matematika dengan pendekatan ceramah adalah
sebagai berikut: guru mendominasi kegiatan pembelajaran penurunan rumus atau
pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru, contoh-contoh soal diberikan dan
dikerjakan pula sendiri oleh guru. Langkah-langkah guru diikuti dengan teliti
oleh siswa. Mereka meniru cara kerja dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh
guru.[14]
Kelemahan dari model pembelajaran konvensional antara lain:[15]
a.
Pelajaran berjalan membosankan, siswa hanya aktif membuat catatan
saja.
b.
Kepadatan konsep-konsep yang diajarkan dapat berakibat siswa tidak
mampu menguasai bahan yang diajarkan.
c.
Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan.
d.
Ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi belajar menghafal dan
tidak menimbulkan pengertian.
Kelebihan dari pembelajaran konvensional adalah siswa lebih
memperhatikan guru dan pandangan siswa hanya tertuju pada guru.
5. Hasil Belajar
Hasil
belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Berbagai macam tingkah laku yang berlainan inilah yang disebut kapabilitas
sebagai hasil belajar. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:[16]
1)
Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan
merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut
tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2)
Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan
konsep dan lambang. Ketrampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi,
kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip
keilmuan. Ketrampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas
kognitif bersifat khas.
3)
Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4)
Ketrampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
5)
Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan
menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai menjadi standar perilaku.
Setelah melalui proses belajar
maka siswa diharapkan dapat mencapai tujuan belajar yang disebut juga sebagai
hasil belajar yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah menjalani proses
belajar. Nana Sudjana
mendefinisikan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajar.[17]
Hasil belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik
yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses
pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan. Seorang guru dalam proses belajar-mengajar
perlu mengetahui hasil belajar yang ingin dicapai oleh peserta didik, agar
guru dapat merancang pembelajaran secara tepat dan penuh arti. Keberhasilan
proses belajar mengajar diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai oleh siswa. [18]
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
adalah sebagai berikut[19]:
a.
Faktor internal
1)
Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang
bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini ialah
pancaindera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit,
cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna.
2)
Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan
maupun yang diperoleh, yang terdiri atas:
a)
Faktor intelektif yang meliputi faktor
potensial, yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata, yaitu
prestasi yang dimiliki.
b)
Faktor non intelektif yaitu unsur-unsur
kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, motivasi, emosi, dan penyesuaian
diri.
3)
Faktor kematangan fisik maupun psikis.
b.
Faktor eksternal
1)
Faktor sosial yang terdiri atas:
a)
lingkungan keluarga;
b) lingkungan sekolah;
c)
lingkungan masyarakat;
d) lingkungan kelompok.
2)
Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kesenian.
3)
Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas
rumah dan fasilitas belajar.
4)
Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.
Dalam penelitian ini peningkatan hasil belajar siswa diukur dengan
menggunakan nilai hasil pretest dan post-test. Pretest
diberikan kepada sampel sebelum diberikan perlakuan atau teatment
sedangkan post-test diberikan kepada sampel setelah diberikan perlakuan
atau treatment diakhir pertemuan.
[1]
Peter Salim & Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia
Komtemporer, (Jakarta: Modern English
Press), hlm. 376.
[2] Sebagaimana
dikutip dari artikel Sambas Ali Muhidin. 2009. Konsep Efektifitas Pembelajaran (di alamat simbasalim.com diakses
pada tanggal 9 Oktober 2010)
[3] Sebagaimana dikutip dari artikel Starawaji tentang Efektivitas
Pembelajaran, di alamat Starawaji's
Blog.htm dan di akses pada tanggal 9
Oktober 2010.
[4] Dr. Asnah Said. Jurnal penelitian: Efektivitas Computer Assisted Instructional
(CAI) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri
(Jakarta: LPPM)
[5]
Slamet Soewandi. 2005. Perspektif Pembelajaran berbagai bidang studi (Yogyakarta: Universitas
Sanata Darma). hlm. 44
[6] Sebagaimana dikutip dari artikel Sambas
Ali Muhidin. 2009. Konsep Efektifitas
Pembelajaran (di alamat simbasalim.com diakses pada tanggal 9 Oktober 2010)
[8] Wina Sanjaya. 2006. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidik. (Jakarta: Kencana). Hlm.
89
[11] Eman Suherman, dkk. 2001. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer (JICA: Bandung). hlm. 60
[13] Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning
Teori & Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka Pelajar). Hlm. 126
[14]
Eman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer (JICA: Bandung). hlm. 201
[16] Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning
Teori & Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka Pelajar). Hlm. 5-6
[17] Nana Sudjana dan
Sukmadinata. 2003. Landasan Psikologi
Proses Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya). hlm 22
[18] Drs.
Asep Jihad, M.Pd., Dr. Abdul Haris, M.Sc.. 2008. Evaluasi Pembelajaran (Yogyakarta: Multi Pressindo). hlm 20
[19] Moh. Uzzer dan Lilis S, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 9.