
Penelitian Kuantitatif
PENELITIAN
KUANTITATIF[1]
(suatu
pengantar)
Budiyono[2]
Metodologi penelitian kuantitatif dengan teknik
statistiknya telah berkembang sejak abad kedelapan belas sampai sekarang ini
(Noeng Muhadjir, 1996). Metodologi penelitian kuantitatif menjadi amat berkembang
dengan semakin canggihnya teknologi komputer yang memungkinkan orang untuk
tidak dipusingkan dengan perhitungan-perhitungan statistik yang rumit dan
melelahkan.
Metodologi penelitian kuantitatif bersumber dari
wawasan filsafat positivisme Comte yang pada dasarnya mengatakan bahwa ilmu
yang valid adalah ilmu yang diperoleh dari pengalaman empirik. Menurut filosofi
tersebut, suatu realitas dapat dipecah-pecah, dapat dipelajari secara
independen, dieliminasikan dari objek yang lain, dan dapat dikendalikan. Salah
satu akibatnya adalah bahwa dalam metodologi penelitian kuantitatif, kerangka
teori dirumuskan se spesifik mungkin, dan menolak suatu alasan meluas yang
tidak langsung relevan dengan permasalahan.
Tujuan penelitian kuantitatif adalah membangun suatu
ilmu yang merupakan generalisasi yang ditarik dari sekumpulan pengamatan.
Dengan pendekatan positivisme, generalisasi dikonstruksi dari rerata keragaman
individual atau rerata frekuensi dengan memantau kesalahan-kesalahan yang
mungkin. Generalisasi ini pada dasarnya berupa hukum sebab-akibat dengan
mendasarkan pada suatu filosofi bahwa tiada akibat tanpa sebab dan tiada sebab
yang tidak menimbulkan akibat.
Penelitian kuantitatif pada dasarnya adalah gabungan
antara cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif. Cara berpikir
deduktif telah berkembang lama, sejak Aristoteles dan pengikutnya
memperkenalkan cara berpikir yang disebut silogisme. Prinsip silogisme
mengatakan bahwa jika premis-premis yang dikemukakan benar, maka kesimpulan
yang diturunkan dari premis-premis tersebut akan benar adanya. Teori ini juga
disebut teori koherensi. Di sisi lain, cara berpikir induktif mendasarkan
kepada filosofi bahwa sesuatu itu benar apabila sesuatu itu dapat diamati
kebenarannya dengan pancaindera manusia. Atau dengan kata lain, suatu
pernyataan dianggap benar, apabila materi yang terkandung dalam pernyataan itu
bersesuaian dengan objek faktual yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori
ini sering disebut juga dengan teori korespondensi.
Penelitian kuantitatif, yang mencoba menggabungkan
cara berpikis deduktif dan induktif, sering disebut pendekatan logiko-hipotetiko-verifikatif.
Secara sederhana dikatakan bahwa teori harus memenuhi dua syarat utama, yakni:
(a) harus konsisten dengan teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya
kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan, dan (b) harus cocok dengan
fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya kalau tidak
didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenaran-nya.
Pada umumnya, terdapat sejumlah langkah dalam
melakukan penelitian kuantitatif, yaitu:
1.
Identifikasi, pemilihan, dan
perumusan masalah;
2.
Penelaahan kepustakaan;
3.
Penyusunan hipotesis;
4.
Identifikasi, klasifikasi, dan
pemberian definisi operasional variabel-variabel;
5.
Pemilihan atau pengembangan
alat pengambil data;
6.
Penyusunan rancangan
penelitian;
7.
Penentuan sampel;
8.
Pengumpulan data;
9.
Pengolahan dan analisis data;
Terdapat beberapa cara penggolongan penelitian kuantitatif. Salah
satu di antaranya adalah menggolongkan jenis penelitian kuantitatif (ditinjau
dari keketatan kendali terhadap variabelnya) ke dalam penelitian: (a)
eksperimental sungguhan, (b) eksperimental semu (quasi-eksperimental), dan (c)
non-eksperimental (Pedhazur, 1973).
Penelitian eksperimental bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan
sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok
eksperimental satu atau lebih kondisi perlakuan dan memperbandingkan hasilnya
dengan satu atau lebih kelompok pembanding (pengendali, kontrol) yang tidak
dikenai kondisi perlakuan (Universitas Terbuka, 1985b). Sejalan dengan hal itu,
Kerlinger (1990) mengatakan bahwa penelitian non-eksperimental adalah telaah
empirik sistematis di mana ilmuwan tidak dapat mengendalikan secara langsung
variabel bebasnya karena manifestasinya telah muncul, atau karena sifat hakekat
variabel itu memang menutup kemungkinan pemanipulasian. Inferensi tentang
relasi antarvariabel dibuat tanpa intervensi langsung berdasarkan variasi yang
muncul seiring dalam variabel bebas dan variabel terikatnya.
Ditinjau dari uji statistiknya, penelitian kuantitatif dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: (a) penelitian dengan uji perbedaan
dan (b) penelitian dengan uji korelasi. Penelitian yang ingin menjawab
pertanyaan, misalnya: (1) apakah anak wanita lebih pandai dari anak pria, (2)
apakah anak-anak yang mengikuti bimbingan tes lebih berhasil daripada anak-anak
yang tidak mengikuti bimbingan tes, (3) apakah nilai-nilai anak perempuan lebih
bervariasi daripada nilai-nilai anak laki-laki, dan (4) apakah setelah diberi
pembelajaran matematika realistik prestasi siswa lebih baik daripada
sebelumnya, adalah contoh penelitian
dengan uji perbedaan. Di sisi lain, contoh pertanyaan penelitian dengan uji
korelasi adalah: (1) apakah semakin tinggi IQ seseorang semakin tinggi nilai
Matematikanya, (2) apakah semakin sering menonton TV semakin jelek prestasinya,
dan (3) apakah NEM SLTP dapat dipakai untuk memprediksi keberhasilan belajar di
SMU.