
Geometri Non Euclid
Geometri hiperbolik pertama kali ditemukan oleh
Bolyai, seorang Hungaria, dari titik yang tidak berada di sebuah garis yang
sudah ada dan hanya satu garis yang dapat ditarik sejajar pada garis tersebut
seperti dalil Playfair, mereka berdalil bahwa dari sebuah titik tanpa garis
lebih dari satu yang tak terbatas jumlahnya, garis-garis dapat ditarik secara
parallel pada garis yang sudah ada. Kemudian di abad 19, Riemann mengubah dalil
kesejajaran tersebut dengan cara yang berbeda, bahwa tidak hanya satu garis
paralel yang dapat ditarik. Hal ini tentunya memerlukan beberapa modifikasi
aksioma lain, akan tetapi
modifikasi tersebut menghasilkan geometri non-euclid lain yang konsisten yaitu
geometri ‘eliptik.’
Geometri Non-Euclid cukup asing, tapi terkesan
mudah, kita sudah lebih akrab dibandingkan dengan saat pertama kali Saccheri
menghadapinya. Sangat mudah menggambarkan geometri eliptik Non-Euclid dengan
memikirkan permukaan bentuk bola seperti bumi atau buah jeruk. Mudah pula untuk
melihat bahwa jika lingkaran-lingkaran besar dibuat menjadi ‘garis-garis’, garis-garis paralel
geometri eliptik tidak akan ada. Bila dua lingkaran besar bertemu, mereka tidak
hanya akan bertemu sekali tapi dua kali karena meridian garis bujur bertemu
pada kedua kutub; kutub utara dan kutub selatan. (Sesuai tafsiran tersebut,
kesejajaran garis bujur sebenarnya tidak sejajar/parallel sama sekali sebab
bukan merupakan garis lurus tapi lebih kepada lingkaran).
Jika kita menganggap oktan jeruk atau lingkar
segitiga permukaan bumi ditandai dengan garis meridian Greenwich, Ekuator dan
Garis bujur barat 90°, maka akan terlihat mempunyai sudut yang tepat di tiap
puncak, sehingga jumlah sudutnya bertambah menjadi tiga sudut yang tepat 270°
alih-alih hanya dua sudut yang tepat 180°. Segitiga yang lebih kecil akan
memiliki jumlah sudut mendekati 180° yang akan terpelihara saat segitiganya
mengecil. Jika kita tahu seberapa besar sudut-sudutnya, tentu saja kita dapat mengetahui
sisi-sisi pastinya. Hanya segitiga-segitiga lingkar (poligon) yang tiap
sudutnya 90° lah yang sisi-sisinya seperempat dari keliling lingkaran besar.
Hal ini menjelaskan tesis Wallis-Saccheri bahwa dalam Geometri Non-Euclid tidak
ada segitiga yang sama dengan ukuran yang berbeda. Terlihat dengan mudah pada
kasus oktan tersebut bahwa dalil Pythagoras jauh dari benar, dalam hal ini h
= a = b.
Dengan cara yang sama,
keliling lingkaran yang ditarik pada permukaan bola kurang dari 2 phi r. Jika Kutub Utara diambil sebagai pusat dan
beradius seperempat lingkaran besar, Equator yang panjangnya bukan 2 phi × ((1/4) × (lingkaran besar)) tapi hanya
(lingkaran besar) harus ditarik,
dan rasio keliling pada jari-jari
lingkaran ini bukan 2 phi tapi 4. Permukaan bola mempunyai lengkungan
positif, jadi jika dua bidang ortogonal memotong satu sama lain di sepanjang
garis yang tegak lurus terhadap permukaan, tiap bidang memotong permukaan dalam
kurva yang sisi cekungnya berada dalam arah yang sama seperti yang lainnya.
Sehingga hasil yang menegaskan lengkungan permukaan tersebut adalah positif
dimana pun sisi cekung menghadap.
Permukaan dengan lengkungan negatif lebih sulit
untuk digambarkan. Permukaan pelana atau puncak pegunungan adalah contohnya.
Pada permukaan seperti itu, keliling lingkaran lebih dari 2
kali jari-jari,
sehubungan dengan kuadrat sisi miring yang lebih besar daripada jumlah kuadrat
dua sisi lainnya. Cukup sulit untuk melihat bahwa jumlah sudut pada sebuah
segitiga kurang dari 180°, tapi bila kita mempertimbangkan
betapa sangat kecilnya perbedaan pada jalan setapak di puncak gunung dapat
membawa ke tujuan yang berbeda-beda, kita dapat memahami bahwa segitiga dapat
mempunyai sudut-sudut bertambah kurang dari 180°. Jika bentuk segitiga ini
dibawa ke batasnya akan muncul area minimum sebuah segitiga. Hal ini sekali
lagi menunjukkan betapa dalil Wallis-Saccheri gagal untuk geometri Non-Euclid.
Hal ini juga menarik perhatian kita ke bentuk lain geometri Non-Euclid.

Baik geometri hiperbolik maupun eliptik memiliki
‘kesatuan dasar’ tersendiri. Pada geometri hiperbolik terdapat sebuah area
minimum yang dapat dimiliki sebuah segitiga dan pada geometri eliptik terdapat
panjang maksimum yang dapat dimiliki sebuah garis. (Ini lah sebabnya geometri eliptik
membutuhkan modifikasi tidak hanya pada dalil kelima Euclid tapi juga yang
kedua, yang menganggap pasti bahwa garis lurus dapat diperluas tak terbatas
jauhnya)