
GEOMETRI HIPERBOLIK
Geometri adalah bagian
yang mempelajari bentuk-bentuk. Abstraksi dalam dunia nyata adalah tiga dimensi panjang , lebar, dan
tinggi dan secara umum meniadakan kualitas lain seperti warna atau kasar atau halusnya permukaan. Geometri
mampu membakukan bentuk-bentuk yang sama pada alam supaya dapat dipahami oleh
orang Indonesia, Afrika ataupun Amerika. Asal usul geometri sendiri berasal dari bangsa Babylonia yang
menciptakan metode untuk menghitung luas bidang sederhana yang dibatasi oleh
hanya garis-garis lurus dan lingkaran. Hal ini direfleksikan dalam istilah
geometri yang berasal dari kata “geo” (bumi) dan “metria” (pengukuran),
sehingga makna lengkapnya adalah pengukuran tanah.
Plato tidak mengijinkan orang masuk ke sekolah filsafat
yang didirikanya tanpa memahami geometri. Tradisi ini di bawa oleh murid plato,
Eudoxus, tanpa dokumentasi ini kemudian dilengkapi oleh Archimedes. Teori
proporsional Eudoxus yang terangkum dalam “Element” yang artinya (mendasar atau
elementary) dari Euclid yang terdiri atas 13 buku. Postulat dan aksioma
ditetapkan oleh Euclid yang menekuni geometri bidang (plane geometry) selain
polihedra dan bidang dalam poligonal. Archimedes melengkapidengan geometri
benda solid (solid geometry) yang mempelajari secara seksama bentuk bola,
silinder dan kerucut, yang kemudian didalami oleh Apollonius.
Buku Almagest dari Ptolemy mulai menggunakan geometri
untuk diterapkan ke dalam bidang astronomi yang memberi dasar bagi geometri
deskriptif disusul oleh Desargues dan Poncelet mengembangklan geometri
projektif. Descartes dalam bukunya La geometri
(1637) menunjukan bagaimana bentuk-bentuk geometri dapat dianalisis
secara aljabarik. Cara yang ditulis ini adalah awal geometri analitik Lobachevsky
dan Janos Bolyai yang secara terpisah mencetuskan geometri non-Euclidian yang
seringkali disebut pula dengan Geometri
Hiperbolik. Sebelum dilengkapi oleh Riehman yang memperkenalkan Geometri
Eliptik.
Geometri hiperbolik, pertama dikembangkan oleh keluarga
Bolyai. Seorang matematikawan Austria “Farkas Wolfgang Bolyai” (1775-1856) lah
yang mula-mula menaruh minat utamanya pada dasar-dasar geometri dari postulat kelima Euclid, postulat
kesejajaran. Selesai kuliah di Gottingen tahun 1799, pulang ke Hongaria dan
mengajar matematika, fisika dan kimia pada Reformed College. Wolfgang mengajari
pula anaknya sendiri Janos Bolyai. Putus
asa dengan Postulat kesejajaran yang diketahuinya mempunyai kejanggalan namun
tidak dapat dibuktikannya membuat dia menulis surat kepada anaknya :
Jangan
berkutat dengan postulat kesejajaran, karena akan mengurangi kenyamanan, kesehatan,
dan ketenangan dan seluruh kebahagiaan dalam hidup ini.
Sang anak Janos Bolyai,
pada usia 21 tahun melanggar larangan ayahnya. Ia melanjutkan kepenasaran sang
ayah yang menemukan kejanggalan postulat tersebut. Janos berhasil mengembangkan
geometri yang beda dengan postulat kelima
Euclid dan mencetuskan geometri Non-Euclid dengan cara yang berbeda
dengan Nicolai Lobachevsky, yang kemudian dikenal dengan geometri hiperbolik. (http://mate-mati-kaku.com/asal-asal/geometri)
Demikianlah balasan
surat Janos Bolyai kepada ayahnya Wolfgang Bolyai
I
have discovered such wonderful things that I was amazed ...
Out
of nothing I have created a strange new universe.
~
Janos Bolyai (1802-1860), from a letter to his father, 1823. (Hvidsten, M,
2005, h. 263)