Showing posts with label Pembelajaran. Show all posts

gravatar

Pengukuran Prestasi Belajar



            Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar dan mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi belajar bidang akademik di sekolah-sekolah dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut rapor. Dalam rapor dapat diketahui sejauhmana prestasi belajar seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh pendapat Sumadi Suryabrata (1998 : 296) bahwa rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu.
            Syaifuddin Azwar (1998 :11) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, yaitu :
a.  Penilaian berfungsi selektif (fungsi sumatif)
Fungsi penilaian ini merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program pendidikan tersebut. Dengan kata lain penilaian berfungsi untuk membantu guru mengadakan seleksi terhadap beberapa siswa, misalnya :

1). Memilih siswa yang akan diterima di sekolah
2) Memilih siswa untuk dapat naik kelas
3). Memilih siswa yang seharusnya dapat beasiswa
b. Penilaian berfungsi diagnostik
Fungsi penilaian ini selain untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa juga mengetahui kelemahan siswa sehingga dengan adanya penilaian, maka guru dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing siswa. Jika guru dapat mendeteksi kelemahan siswa, maka kelemahan tersebut dapat segera diperbaiki.
c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan (placement)
Setiap siswa memiliki kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian dilakukan untuk mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada prestasi belajar yang telah dicapainya. Sebagai contoh penggunaan nilai rapor SMU kelas II menentukan jurusan studi di kelas III.
d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (fungsi formatif)
Penilaian berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap semester di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menegah dapat dipakai untuk mengetahui apakah program pendidikan yang telah diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa  tersebut.
            Raport biasanya menggambil nilai dari angka 1 sampai dengan 10, terutama pada siswa SD sampai SMU, tetaapi dalam kenyataan nilai terendah dalam rapor yaitu 4 dan nilai tertinggi 9. Nilai-nilai di bawah 5 berarti tidak baik atau buruk, sedangkan nilai-nilai di atas 5 berarti cukup baik, baik dan sangat baik.
            Dalam penelitian ini pengukuran prestasi belajar menggunakan penilaian sebagai pengukur keberhasilan (fungsi formatif), yaitu nilai-nilai raport pada akhir masa semester I.

Baca SelengkapnyaPengukuran Prestasi Belajar
gravatar

Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar


            Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.
            Untuk meraih prestasi belajar yang baik banyak sekali faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Sumadi Suryabrata (1998 : 233) dan Shertzer dan Stone   (Winkle, 1997 : 591),  secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.:
 a.       Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1).  Faktor fisiologis
Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera
a)       Kesehatan badan
Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.
b)      Pancaindera
  Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung  dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia  dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.
2) Faktor psikologis
Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :
a)      Intelligensi
Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet (Winkle,1997 :529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.  Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya .    
b)      Sikap
Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito Wirawan (1997:233) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.
c)      Motivasi
Menurut Irwanto (1997 : 193) motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar. Sedangkan menurut Winkle (1991 : 39) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
b.      Faktor eksternal
Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :
1). Faktor lingkungan keluarga
a)  Sosial ekonomi keluarga
Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah
b). Pendidikan orang tua
Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.
c). Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.
2).  Faktor lingkungan sekolah
a). Sarana dan prasarana
Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu   kelancaran proses belajar mengajar di sekolah; selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar
                  b). Kompetensi guru dan siswa
Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas , yang dapat memenihi rasa ingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.


    c). Kurikulum dan metode mengajar
Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metrode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito Wirawan (1994:122) mengatakan bahwa faktor yang paling penting adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar siswa akan cenderung tinggi, palingtidak siswa tersebut tidak bosan dalam mengikuti pelajaran.
3).  Faktor lingkungan masyarakat
a). Sosial budaya
Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru/pengajar
b). Partisipasi terhadap pendidikan
Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. 
Baca SelengkapnyaFaktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar
gravatar

Belajar dan Prestasi Belajar


1. Pengertian Belajar

            Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari berbuatan belajar, karena belajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut.
            Bagi seorang siswa belajar merupakan suatu kewajiban. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut.
            Menurtut Logan, dkk (1976) dalam Sia Tjundjing (2001:70) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan latihan . Senada dengan hal tersebut, Winkel (1997:193) berpendapat bahwa belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, namun dapat dilakukan dimana-mana, seperti di rumah ataupun dilingkungan masyarakat. Irwanto (1997:105) berpendapat bahwa belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Mudzakir (1997:34) belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
Di dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach (Sumadi Suryabrata,1998:231) :
“Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu   pelajar mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera pengelihatan saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”

Belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa, namun tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas (Muhibbidin Syah, 2000:116) antara lain :

a. Perubahan Intensional
Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.
b. Perubahan Positif dan aktif
Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.
c. Perubahan efektif dan fungsional
Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.
Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, secara sengaja, disadari dan perubahan tersebut relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Pengertian prestasi belajar

            Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi.
            Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel (1997:168) bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.
            Sedangkan Marsun dan Martaniah dalam Sia Tjundjing (2000:71) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.
            Menurut Poerwodarminto (Mila Ratnawati, 1996 : 206) yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam buku rapor sekolah.
            Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan  hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam buki laporan yang disebut rapor.

Baca SelengkapnyaBelajar dan Prestasi Belajar
gravatar

Model Pembelajaran


Model Pembelajaran
a.   Model Pembelajaran Kooperatif dalam Matematika
Ruang kelas merupakan suatu tempat yang sangat baik untuk kegiatan pembelajaran kooperatif. Di dalam ruang kelas, para siswa dapat diberi kesempatan bekerja dalam keolmpok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama. Para siswa juga diberi kesempatan untuk mendiskusikan masalah, menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan masalah tersebut dengan masalah-masalah lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya.
Model pembelajaran kooperatif dapat melatih para siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat atau temuan-temuan dalam bentuk tulisan. Tugas-tugas kelompok akan memacu para siswa untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.
Pembelajaran kooperatif dalam matematika akan dapat membantu siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika. Erman Suherman (2003:259) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat bagi para siswa yang heteregen. Melalui interaksi dalam kelompok, model pembelajaran ini dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang yang berbeda.
Dari uraian di atas, maka dapat dilihat kelebihan pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1)      Kerja sama siswa dalam suatu kelompok, dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan
2)      Kerja sama dalam kelompok akan memotivasi  siswa untuk sama-sama berhasil.
3)      Siswa aktif berperan sebagai tutor sebaya
4)      Interaksi antar siswa dapat membantu meningkatkan perkembangan kognitif
5)      Mengurangi rasa cemas siswa terhadap matematika



b.   Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Rachmadi Widdhiharto (2005, 14) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan suatu tipe kooperatif yang terdiri dari dari beberapa anggota dalam suatu kelompok. Tiap kelompok bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan dan mengajarkan hasil temuannya kepada kelompok lain. Tiap kelompok beranggotakan 4 sampai 6 siswa. Masing-masing kelompok yang mendapat tugas disebut ahli. Keahlian tersebut dapat diperoleh dari menawarkan bagian materi kepada anggota kelompok menurut kemampuan mereka, atau ditunjuk oleh guru sesuai dengan kemampuan kelompoknya. Masing-masing kelompok bertemu dalam suatu diskusi untuk membahas bagian materi yang ditugaskan. Setelah selesai berdiskusi kembali pada kelompoknya untuk menjelaskan pada temannya. 


1). Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang didahului metode resitasi
Pembelajaran model kooperatif Jigsaw cocok apabila digabungkan dengan metode resitasi yang dilakukan sebelumnya mempunyai kesempatan untuk mengkomunikasikan dan menegosiasikan pemikiran hasil konstruksi pribadi dengan pemikiran hasil konstruksi teman. Guru berperan menjadi fasilitator bagi proses konstruksi dan negosiasi tersebut. Selanjutnya Andi  Rudhito (2004) menyebutkan prinsip dari pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
a)       Pada saat mengajukan pertanyaan pada murid, guru tidak langsung memberi petunjuk cara pemecahannya, tetapi mendorong murid agar berani mencoba memecahkan menurut cara mereka masing-masing
b)      Ketika menanggapi jawaban benar, guru tidak langsung membenarkan, tetapi meminta murid untuk mengemukakan jalan pikiran atau alasan yang melandasi jawaban itu.
c)       Ketika menanggapi jawaban salah, guru tidak langsung menyalahkan, tetapi menyelami terlebih dahulu hingga guru dapat mengerti manakah yang menimbulkan kesalahan.
d)      Pada saat meminta tanggapan kelas terhadap jawaban seorang murid, guru tidak meminta pendapat murid lain secara klasikal, tetapi meminta beberapa murid lain untuk juga menjawab satu per satu. Kemudian semua jawaban itu dibandingkan.
e)       Ketika menanggapi pertanyaan murid, guru tidak langsung menjawab atau memberi petunjuk, tetapi meminta murid menjelaskan maksud pertanyaan. Selanjutnya guru menyelami terlebih dahulu penyebab kesulitan, kemudian mengarahkan murid untuk menemukan sendiri jawaban atau petunjuk yang dibutuhkan. 
Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa kelebihan model pembelajaran ini sebagai berikut:
a)  Mengarahkan cara berpikir siswa dalam memahami suatu konsep  matematika secara konstektual
b)  Membuat keterkaitan-keterkaitan pembelajaran menjadi bermakna
c)  Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
Pada dasar pembelajaran ini, resitasi diberikan sebelum pembelajaran model kooperatif dengan tipe jigsaw berlangsung dan diharapkan dengan resitasi siswa lebih siap dan aktif sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih menarik. Sehingga perlu diperhatikan dengan tugas yang akan diberikan kepada siswa, hendaknya tugas dirancang, terstruktur mengarah pada materi yang akan diskusikan melalui model kooperatif dengan tipe jigsaw. 
Baca SelengkapnyaModel Pembelajaran
gravatar

Teori Belajar


1.       Teori Belajar 

Teori psikologi belajar meliputi dua aspek yaitu aspek perilaku dan aspek kognitif siswa. Apek perilaku yang diamati antara lain aspek-aspek luar dari pembelajaran yaitu rangsangan eksternal, respon tingkah laku dari siswa, dan penguat yang meliputi respon yang cepat. Sedangkan  aspek kognitif yang  diamati tidak sekedar aspek eksternal, tetapi juga mengamati apa yang terjadi didalam pikiran siswa, misalnya bagaimana pengetahuan diperoleh, diorganisir, disimpan dalam memori yang digunakan untuk berpikir.
a. Teori Vygotsky
Berdasarkan teori Vygotsky (dalam Asri Budiningsih 2005: 99) bahwa pembelajaran terjadi jika siswa bekerja pada jangkauan siswa yang disebut zone of proximal  development. Zone of proximal development diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses perkembangan. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi terserap oleh individu tersebut. Hal penting dalam teori Vygotsky adalah pemberian sejumlah bantuan kepada seorang siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambilalih tanggungjawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menjelaskan langkah–langkah pemecahan masalah, memberikan contoh yang memungkinkan siswa dapat tumbuh mandiri. Memberikan bantuan tidak hanya dari guru ke siswa saja akan tetapi dapat juga dari siswa ke siswa.
b.      Teori Brunner
Jerome S. Brunner (dalam Ratna Wilis Dahar 1996: 97) mengemukakan bahwa inti dari belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentranformasikan informasi secara aktif. Selanjutnya Brunner berpendapat bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah: memperoleh informasi baru, tranformasi informasi dan menguji relevansi serta ketepatan pengetahuan Informasi baru dapat merupakan  penghalusan dari informasi sebelumya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya. Dalam tranformasi pengetahuan, seseorang memperlakukan tranformasi menyangkut cara bagaimana memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara eksplorasi, atau mengubah menjadi bentuk lain. Untuk menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan, dengan menilai apakah cara yang digunakan dalam memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.
Bruner berpendapat, tujuan belajar sebenarnya adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan intelektual para siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Teori Brunner tentang belajar tidak dikaitkan dengan umur. Ada dua bagian penting dalam teori Brunner yang mendukung dalam teori ini yaitu: (Suwarsono, 2002: 26–30).
c.       Teori Belajar Piaget
Teori belajar kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. Menurut Piaget (dalam Ratna Wilis Dahar, 1996: 150), perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mensistimatikkan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur.
Adaptasi merupakan organisasi yang cenderung untuk menyesuaikan diri atau mengadaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi, seseorang menggunakan struktur dan kemampuan yang sudah ada dalam pikirannya untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan. Dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi dalam menghadapi adaptasi. Andaikata dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi pada lingkungannya maka akan terjadi proses ketidakseimbangan (disequlibrium), yaitu ketidaksesuaian atau ketidakcocokan antara pemahaman saat ini dengan dengan pengalaman baru. Akibat ketidaksetimbangan ini maka terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada megalami perubahan atau struktur baru timbul. Perkembangan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequlibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada sebelumnya (Ratna Wilis Dahar, 1996: 151).
Teori Piaget tentang perkembangan intelektual ini menggambarkan tentang konstruktivisme. Pandangan tersebut menggambarkan bahwa perkembangan intelektual adalah suatu proses dimana anak secara aktif membangun pemahamannya dari hasil pemahaman dan interaksi dengan lingkungannya. Anak secara aktif membangun pengetahuannnya dengan terus menerus melakukan akomodasi dan asimilasi terhadap informasi-informasi baru yang diterimanya.
Implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran (Slavin, 1995: 5) sebagai berikut:
1)       Memusatkan perhatian pada proses berpikir anak, bukan sekedar pada hasilnya.
2)      Menekankan pada pentingnya peran siswa berinisiatif sendiri dan keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas pengetahuan tidak mendapat penekanan melainkan anak didorong menemukan sendiri melalui interaksi lingkungannnya.
3)      Memaklumi adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan. Guru harus melakukan upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu atau kelompok-kelompok  kecil.
Berdasarkan teori Piaget, pembelajaran kooperatif cocok dalam kegiatan pembelajaran matematika, karena pembelajaran kooperatif memfokuskan pada proses berpikir anak, bukan sekedar pada hasil. Selain itu dalam pembelajaran ini mengutamakan peran siswa berinisiatif untuk menemukan jawaban dari soal yang diberikan oleh guru dengan cara sendiri dan siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Baca SelengkapnyaTeori Belajar
gravatar

Pengertian Motivasi dan Resitasi


1.       Motivasi Belajar

a.   Peran  motivasi dalam belajar

Motivasi merupakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu (Sardiman, 2006: 76). Motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Untuk merangsang motivasi belajar menurut Hamzah (2007: 23) dapat dilakukan melalui pemberian penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar dapat tercapai. Motivasi dapat menumbuhkan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Jadi motivasi akan menentukan intensitas usaha belajar siswa. Usaha belajar yang didasari adanya motivasi yang kuat , dapat melahirkan prestasi belajar yang baik. Selanjutnya, Hamzah (2007:27) menyatakan bahwa motivasi belajar dapat dijadikan penguat belajar, memperjelas tujuan belajar, menentukan rangsangan belajar, serta menentukan ketekunan belajar.  Dengan demikian motivasi sangat berperan terhadap keberhasilan belajar siswa.
b. Hakekat motivasi belajar
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil praktek atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu (Hamzah 2007:23). Selanjutnya, Sardiman (2006:85) menyebutkan tiga fungsi motivasi dalam belajar sebagai berikut:
1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai motor penggerak atau
 motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor
 penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
 Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
 harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
 harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan tersebut. Jika seorang siswa yang menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, adanya usaha yang tekun dan didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajar siswa.
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor internal dan eksternal (Sardiman 2006:89). Selanjutnya Hamzah (2007:23) menyebutkan bahwa faktor internal berupa hasrat dan keinginan berhasil, dorongan kebutuhan belajar, dan harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor eksternal dapat ditimbulkan adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.
Dari uraian di atas dapat disebutkan bahwa hakekat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Secara umum indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)      Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2)      Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
3)      Adanya harapan cita-cita masa depan
4)      Adanya penghargaan dalam belajar
5)      Adanya kegiatan menarik dalam belajar
6)      Adanya lingkungan belajar yang kondusif

2.       Tentang Resitasi
Pembelajaran dengan metode resitasi dalam percakapan sehari-hari terkenal dengan pekerjaan rumah. Akan tetapi sebenarnya lebih luas akan sekedar pekerjaan rumah saja, karena siswa bisa belajar tidak hanya di rumah mungkin dapat dilakukan di laboratorium, di halaman sekolah, di perpustakaan atau di tempat lain. Pada dasarnya resitasi mempunyai tiga fase, pertama guru memberi tugas, kedua siswa mengerjakan / melaksanakan tugas dan ketiga mempertanggung jawabkan  pada guru apa yang mereka pelajari. Selanjutnya untuk mendukung keberhasilan pembelajaran dengan pendekatan ini diperlukan skenario mengerjaan tugas yang tepat dan mengarah pada materi yang akan diajarkan.
Kelebihan metode resitai :
a.        Siswa dengan leluasa dapat memilih berbagai cara dalam melaksanakan tugas.
b.        Memungkinkan anak lebih menghayati materi yang dipelajari.
c.        Mendidik anak untuk memenuhi tugas-tugasnya dengan baik.
d.       Mendidik anak untuk memanfaatkan seluruh waktu yang senggang dengan kegiatan yang bermanfaat.
Kelemahan metode resitasi :
a.       Bagi siswa yang pasif, memungkinkan untuk mencontoh dalam menyelesaikan tugasnya.
b.      Jika terlalu berat tugas yang diberikan, memungkinkan sekali mata pelajaran lain tercecer.
Pada penelitian ini resitasi lebih ditekankan pada pemberian tugas mandiri untuk membuat resume dengan memfasilitasi siswa berupa modul, memanfaatkan fasilitas multi media, atau buku-buku yang telah disediakan sebelumnya.
Baca SelengkapnyaPengertian Motivasi dan Resitasi
gravatar

Hakekat Matematika


 1.      Hakekat Belajar Matematika
Belajar matematika adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Bila kita tahu konsep matematika yang sebelumnya tidak tahu maka dalam benak kita akan terjadi perubahan dan hal ini akan berguna untuk mempelajari materi selanjutnya. Dalam pembelajaran matematika perlu diketahui karekteristik matematika. Matematika merupakan ilmu yang abstrak, aksiomatik dan deduktif (Herman Hudoyo, 1990: 3). Proses berpikir matematika disebut proses berpikir aksiomatik karena pada dasarnya landasan berpikir matematika adalah kesepakatan-kesepakatan yang disebut aksioma. Matematika dikatakan bersifat deduktif, karena matematika disajikan secara aksiomatik menggunakan logika deduktif.
Di dalam matematika, suatu soal atau pertanyaan akan merupakan masalah apabila tidak terdapat aturan atau hukum tertentu yang akan segera dapat dipergunakan untuk menjawab atau menyelesaikannya. (Herman Hudoyo, 1990: 84). Hal ini berarti suatu soal matematika akan menjadi suatu masalah apabila soal itu tidak langsung memberikan penyelesaian.
2. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar (Mulyasa, 2002: 106). Oleh karena itu, situasi kegiatan pembelajaran perlu diusahakan agar aktifitas dan kreativitas peserta didik dapat berkembangkan secara optimal. Menurut Gibbs (dalam Mulyasa, 2002: 106) peserta didik akan lebih kreatif jika:
a)       Dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut,
b)      Memberi kesempatan pada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah,
c)       Melibatkan peserta didik dalam tujuan belajar dan evaluasinya,
d)      Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter,
e)       Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut, maka dalam proses pembelajaran perlu diciptakan suasana kondusif yang mengarah pada situasi di atas. Selanjutnya, Sardiman (2006, 21) menyatakan bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi peserta didik. Agar proses pembelajaran dapat  bermakna maka aktifitas dan kreatifitas siswa harus lebih dominan dari pada guru. Dalam hal ini diperlukan pemilihan model pembelajaran yang dapat membangkitkan aktifitas dan kreatifitas siswa sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna.

 

Baca SelengkapnyaHakekat Matematika

Archive

Entri Populer