Archives

gravatar

Proyeksi Titik Pada Garis

DIMENSI TIGA PROYEKSI dan SUDUT
Menentukan Proyeksi dan Besar Sudut dalam Ruang Dimensi Tiga

Kali ini Saya akan membahas Dimensi Tiga Proyeksi dan Sudut, dengan pokok bahasan Menentukan Proyeksi dan Besar Sudut dalam Ruang Dimensi Tiga tentang PROYEKSI PADA BANGUN RUANG. Dengan materi Proyeksi Titik Pada Garis disertai contoh soal dan pembahasanya.


Proyeksi Titik pada Garis

Contoh Soal tentang materi Proyeksi Titik pada Garis, seperti gambar berikut.
Contoh Soal Proyeksi Titik pada Garis.

Pembahasan Soal diatas tentang Proyeksi Titik pada Garis, saya tuangkan pada gambar berikut.
Pembahasan Contoh Soal Proyeksi Titik pada Garis

Baca SelengkapnyaProyeksi Titik Pada Garis
gravatar

LOOKING FOR MATH EDUCATION STRATEGY MANAGEMENT DEVELOPMENT INDONESIA MEET TAKEOFF.

MENCARI STRATEGI PENGELOLAAN PENDIDIKAN MATEKATIKA MENYONGSONG TINGGAL LANDAS PEMBANGUNAN INDONESIA.
LOOKING FOR MATH EDUCATION STRATEGY MANAGEMENT DEVELOPMENT INDONESIA MEET TAKEOFF.

Berbicara tentang pendidikan matematika tidaklah mungkin terlepas dari pendidikan dalam arti luas. Oleh karenanya perhatian pertama akan saya arahkan kepada beberapa hal yang berhubungan dengan keadaan yang berkaitan dengan pendidikan pada umumnya.
Talking about mathematics education is not possible regardless of education in the broadest sense. Therefore my first concern would point to some matters relating to the circumstances relating to education in general.

Masalah pendidikan, pada kenyataannya, adalah salah satu bagian dari masalah-masalah pembangunan. Karenanya gerak langkah pendidikan tidaklah dapat dilepaskan dari pengaruh-pengaruh “arus” yang ada dalam masyarakat yang tengah membangun.
Education issues, in fact, is one part of the development problems. Therefore education measures motion can not be separated from the effects of "flow" that exist in the community that are building.

Arus apakah yang nampak muncul dalam masyarakat kita dewasa ini?. Adakah pengaruh arus tersebut terhadap dunia pendidikan?. Bila ada apakah selalu mempunyai pengaruh yang positif?. Pastikah kita bahwa “biduk pendidikan” telah dikayuh sedemikian rupa sehingga menghindari pengaruh-pengaruh negatif arus-arus tersebut dan memantapkan pengaruh-pengaruh positifnya menyongsong tinggal landas pembangunan kita?.
Apparent whether the current emerging in our society today?. Is there any effect of the current on the world of education?. If there is always a positive influence?. Are you sure we are that the "Big Dipper education" has been sustained so as to avoid negative influences and currents are established to meet the positive effects of our development takeoff?.

Tidakkah kita, secara tidak sadar, membiarkan biduk pendidikan kita itu masuk ke kancah kontradiksi? Kiranya, keikut-sertaan kita semua dalam memantapkan pengaruh positif arus tersebut serta menghindarkan pendidikan dari kancah kontradiksi akan menunjukkan bahwa “kita semua tanpa kecuali ikut serta menyiapkan. syarat-syarat terciptanya landasan bagi tinggal landas menuju masyarakat yang kita cita-citakan” (Presiden, 1984).
Do not we, unconsciously, let us study the Big Dipper was entered into the arena of contradictions? Presumably, we all participation in establishing the current positive influence of education and avoid the contradiction scene will show that "we are all without exception come and prepare. terms of the creation of the foundation for the take-off to the public that we aspire "(President, 1984).

Saya akan mencoba, secara singkat, sederhana dan dialogik, mengungkap hasil-hasil pengamatan saya tentang beberapa "arus” (mungkin berupa “dorongan”, kekuatan”. “tuntutan” atau “kecenderungan”) yang ada dalam masyarakat kita dewasa ini, yang kiranya relevan dengan pengelolaan pendidikan kita.
I will try, in brief, simple and dialogue, reveal the results of my observations about some of the "flow" (perhaps in the form of "encouragement", "power." Demands "or" trend ") that exist in our society today, which would relevant to the management of our education.

Pertama, arus ilmu dan teknologi serta produknya.
Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini jelas menimbulkan tuntutan-tuntutan tertentu terhadap pendidikan kita. Sudahkah materi ajaran di sekolah atau pendidikan kita mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut??? Usaha-usaba nampak telah dilakukan untuk meagadakan penyesuaian. Penyesuaian yang tidak selektif tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan. Sehubungan dengan hal ini, adalah tepat ungkapan Presiden dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1984, sebagai berikut., “Kita memang perlu mempelajari konsep-konsep atau model-model pembangunan bangsa lain. Tetapi adalah SALAH jika, kita meniru begitu saja konsep atau model pembangunan negara lain, sekalipun mereka berhasil melaksanakan di negaranya sendiri”.

Arus produk, teknologi, yang semakin canggih, nampak semakin deras. Arus kemajuan teknologi ini tidaklah mungkin dibendung, tetapi harus kita tanggapi secara bertanggung jawab untuk kepentingan pendidikan kita dewasa ini dan di masa mendatang. Membiarkan diri kita sekedar menjadi konsumen produk teknologi dari luar, jelas akan menempatkan negara kita pada ketergantungan yang tiada ujung. Salah satu jalan yang minimal perlu ditempuh adalah alih ilmu dan teknologi secara berencana dan mendasar. Ini berarti bahwa pengelolaan pendidikan kita perlu selalu tanggap akan kemajuan yang ada secara bertanggung jawab.

Kedua, tuntutan kuantitas dan kualitas produk pendidikan.
Bukti adanya tuntutan kuantitas terdapat di banyak jenjang pendidikan. Berbagai argumentasi atau alasan nampaknya membenarkan keputusan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Banyaknya calon murid baru yang memerlukan tempat, merupakan salah satu argumentasi untuk meluluskan sebanyak mungkin murid tiagkat tertinggi. Kekhawatiran kehilangan “nama baik sekolah”. kekhawatiran akan “tingkah laku siswa” bila tidak diluluskan, keengganan menangani murid yang “lemah atau nakal” juga mendorong untuk meluluskan sebanyak mungkin murid kelas tertinggi. Sedangkan “kebutuhan tenaga guru” merupakan argumentasi yang kuat untuk sebanyak mungkin meluluskan calon guru dari IKIP atau FKIP.

Apakah akibat dari banjir produk pendidikan semacam itu? Mudah dilihat, semakin meningkatnya lulusan yang tidak dapat melanjutkan pendidikan atau bekerja. Mudah Juga, dipahami terjadi kemerosotan mutu dari produk pendidikan tersebut. Kemerosotan mutu tersebut berakibat jauh dan tidak mustahil sirkulus; misalnya ketidak mampuan menerapkan pengetahuan yang diperoleh, ketidak mampuan menyelesaikan studi ditingkat selanjutnya, ketidak mampuan menciptakan lapangan kerja sendiri, ketidak mampuan mengajar dengan baik (bagi lulusan pendidikan guru). (Informasi: di IKIP, IP kurang dari 2 untuk program Diploma dapat lulus).

Sudah dapat diperkirakan, bila diajukan pertanyaan: “Apakah kenyataan mutu produk pendidikan seperti itu memang dikehendaki?”, akan mendapat jawaban: “Tidak”. Ya., memang kita tidak menghendaki mutu yang rendah itu. Kita selelu mengharapkan peningkatan mutu secara terus menerus dan kita. menghendaki agar anak didik kita. dapat atau mampu mengatasi masalah yang dihadapinya kelak. Mungkinkah peningkatan mutu dicapai tanpa kebersamaan tindakan dan kesamaan sikap dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan?

Ketiga, teori pendidikan dan kenyataan di lapangan.
Banyak teori yang dibekalkan kepada calon guru selama mengikuti pendidikan. khususnya yang berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di dalam kelas. Teori belajar yang bermuara pada berbagai metode mengajar, teori evaluasi belajar dengan berbagai bentuk alat ukurnya, teori pengelolaan kelas dan berbagai panduan tentang cara membuat persiapan untuk mengajar adalah bekal-bekal yang diharapkan dapat meningkatkan mutu guru yang pada giliranya diharapkan dapat reningkatkan mutu produk pendidikan.

Pengetahuan tentang Pancasila, yang telah diperoleh calon guru semenjak sekolah dasar, masih juga didalami secara khusus di jenjang pendidikan tinggi untuk guru, Ini tentu saja diharapkan menjadi bekal calon guru dalam menunaikan tugasnya di lingkungan masyarakat yang berazaskan Pancasila.

Bagaimanakah kenyataan di lapangan? dapatkah para guru menerapkan dengan tenang teori-teori yang diterimanya itu? Mudahkah mereka menerapkannya? Mampukah guru bertahan secara konsekuen padamisi murninya?

Untuk menjawab secara tepat memang memerlukan keberanian untuk melakukan penelitian yang bersih. Namun dengan pengamatan sporadis yang disertai dengan pemikiran logis koiranya dapat diungkapkan hal-hal yang dapat dipandang sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Baca SelengkapnyaLOOKING FOR MATH EDUCATION STRATEGY MANAGEMENT DEVELOPMENT INDONESIA MEET TAKEOFF.
gravatar

MATHEMATICAL REASONING PROCESS ANALYSIS AND SECONDARY SCHOOL STUDENTS ANALOGICAL MATTER OF FIRST RATE ALGEBRAIC FACTORIZATION : CHAPTER II - LITERATURE REVIEW

ANALISIS PROSES PENALARAN MATEMATIS DAN ANALOGIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA MATERI POKOK FAKTORISASI SUKU ALJABAR

MATHEMATICAL REASONING PROCESS ANALYSIS AND SECONDARY SCHOOL STUDENTS ANALOGICAL MATTER OF FIRST RATE ALGEBRAIC FACTORIZATION

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CHAPTER II
LITERATURE REVIEW
A. Kajian Teori
a. Belajar
Menurut kaum konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi pengertian teks, dialog maupun pengalaman fisik mereka. Belajar juga merupakan proses mengasilmilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertianya dikembangkan (Paul Suparno, 1997:61).
Sehubungan dengan itu, ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajar (Paul Suparno, 1997:61) yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari sesuatu yang mereka lihat, dengar, rasakan dan juga mereka alami.
b. Mengkonstruksi makna adalah proses berkelanjutan.
c. Belajar bukanmerupakan kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi belajar merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukan juga hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri yang disebut belajar.
d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa saat belajar dengan dunia fisik dan lingkunganya.
e. Hasil belajar seseorang tergantung pada yang telah diketahui, siswa saat belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang siswa pelajari.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Yager, dkk.  Sebagai berikut:
Taylor et al. (1995) have pointed out that constructivism stresses individual knowledge construction, while also recognizing the processes of negotiation with others as a way of assessing the viability of knowledge. Critical theory is founded on the ideas that knowledge is legitimized through socio-cultural means. It encourages individual freedom from the repressive conditions which frequently exist within the social context found in typical school science. Negotiation takes place in classrooms among students as well as students and teachers. Constructivist theory indicates the processes by which individual learners construct understan-ding in science. This learning is in conjunction with the prior knowledge of students. 
Dari definisi di atas maka belajar dapat diartikan sebagai proses aktif yang dilakukan oleh siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan dari apa yang dipelajari melalui pengalaman dengan dunia fisik dan interaksi dengan lingkungan belajarnya.

b. Matematika 
Menurut james dalam Erman Suherman, dkk (2003:16), matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.  Sedangkan menurut Johnson dan Myklebust dalam Mulyono Abdurahman (2003 : 252), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan dalam berpikir. 
Menurut Suparni dan Ibrahim (2008:2) memaparkan beberapa penjelasan tentang hakekat matematika.
a. Matematika sebagai ilmu deduktif
Matematika disebut sebagai ilmu deduktif karena dalam matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, induktif seperti ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu pengetahuan lainya.
b. Matematika sebagai ilmu pola dan hubungan
Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan karena dalam matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, dan keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu sehingga dapat dibuat generalisasinya untuk selanjutnya dibuktikan kebenaranya secara deduktif.
c. Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa karena matematika merupakan sekumpulan simbol yang memiliki makna atau dikatakan sebagai bahasa simbol.
d. Matematika sebagai ilmu tentang struktur
Matematika merupakan ilmu terstruktur karena berkembang mulai dari unsur yang tidak didefinisikan pada aksioma maupun teorema.
e. Matematika sebagai seni
Matematika adalah seni karena matematika terlihat adanya unsur keteraturan, keterurutan, dan konsisten.
f. Matematika sebagai aktivitas manusia
Pembelajaran matematika dalam penelitian ini adalah proses aktif yang dilakukan oleh siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya tentang simbol maupun konsep-konsep menghitung melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan belajarnya.

c. Penalaran 
Penalaran adalah suatu bentuk pemikiran, demikian dinyatakan oleh R.G. Soekadijo (1985: 3). Adapun Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi (1979: 10) memberikan definisi penalaran sebagai berikut, “Penalaran adalah proses dari budi manusia yang berusaha tiba pada suatu keterangan baru dari sesuatu atau beberapa keterangan lain yang telah diketahui dan keterangan yang baru itu mestilah merupakan urutan kelanjutan dari sesuatu atau beberapa keterangan yang semula itu.” Mereka juga menyatakan bahwa penalaran menjadi salah satu kejadian dari proses berfikir. Batasan mengenai berpikir yaitu, “Berpikir atau thinking adalah serangkaian proses mental yang banyak macamnya seperti mengingat-ingat kembali sesuatu hal, berkhayal, menghafal, menghitung dalam kepala, menghubungkan beberapa pengertian, menciptakan sesuatu konsep atau mengira-ngira pelbagai kemungkinan.” 
Secara lebih tegas Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi menyatakan perbedaan antara penalaran dan berfikir sebagai berikut, “Memang penalaran atau reasoning merupakan salah satu pemikiran atau thinking, tetapi tidak semua thinking merupakan penalaran (1979: 10).” R.G. Soekadijo membuat kronologi mengenai terjadinya penalaran. Proses berfikir dimulai dari pengamatan indera atau observasi empirik. Proses itu di dalam pikiran menghasilkan sejumlah pengertian dan proposisi sekaligus. Berdasarkan pengamatan-pengamatan indera yang sejenis, pikiran menyusun proposisi yang sejenis pula. Proses inilah yang disebut dengan penalaran yaitu bahwa berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar kemudian digunakan untuk menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui (Soekadijo, 1985: 6). 
Menurut Fadjar Shadiq dalam Sri Wardhani (2008:11) penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. 
Dari beberapa pendapat di atas kita simpulkan bahwa penalaran adalah proses berfikir abstrak yang terjadi pada siswa saat menemukan suatu permasalahan atau persoalan.

a. Penalaran Matematis
Penalaran matematis adalah suatu kegiatan perhitungan, mengumpulkan fakta-fakta, menganalisis data, memperkirakan, menjelaskan, membuat suatu kesimpulan. Jadi, penalaran matematis adalah penalaran yang ditekankan dalam proses perhitungannya.
The term algebraic reasoning has been used to describe mathematical processes of generalizing a pattern and modeling problems with various representations (Driscoll, 1999; Herbert & Brown, 1997; NCTM, 2000). Driscoll (1999) defined algebraic reasoning as the “capacity to represent quantitative situations so that relations among variables become apparent” (p. 1). For Swafford and Langrall (2000) algebraic reasoning is “the ability to operate on an unknown quantity as if the quantity is known” (p.2). Vance (1998) characterizes algebraic reasoning as a way of reasoning involving variables, generalizations, different modes of representation, and abstracting from computations.
Sedangkan menurut Fadjar Shadiq (2009:14) Indikator yang menunjukkan penalaran matematis antara lain adalah:
1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram
2) Mengajukan dugaan (conjectures)
3) Melakukan manipulasi matematika
4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi
5) Menarik kesimpulan dari pernyataan
6) Memeriksa kesahihan suatu argument
7) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

b. Penalaran Analogis
Penalaran analogis adalah merupakan suatu proses untuk memeperoleh kesimpulan dengan menggunakan kesamaan sifat dari struktur dan hubungan suatu hal yang baru (masalah target) dengan suatu hal yang telah di ketahui sebelumnya (masalah sumber) yang pada dasarnya berbeda. Definisi penalaran analogis yang lain diberikan oleh Schiff, dkk yaitu: 
Analogical reasoning is the processing and transfer of knowledge acquired in one situation or context to another (Chen, 2002) is both common and integral to inductive reasoning and problem solving in everyday, real world situations (Wedman, Wedman, & Folger, 1999). By identifying the similarities in different situations, reasoning by analogy offers a powerful mechanism that facilitates thinking and explanations, understanding, inference making, learning new abstractions, and creating conceptual change, especially in our world of “perpetual novelty” (Gentner & Holyoak, 1997; Goswami, 1992).
Sternberg dalam English. Lyn D (2004:4) menyatakan bahwa komponen dari penalaran analogis meliputi empat tahapan yaitu :
a. Enconding
Mengidentifikasi soal sebelah kiri (masalah sumber) dan soal yang sebelah kanan (masalah target) dengan mencari ciri-ciri atau struktur soalnya.
b. Inferring
Mencari hubungan yang terdapat pada soal sebelah kiri (masalah sumber) atau di katakan mencari hubungan “rendah” (low order)
c. Mapping
Mencari hubungan yang sama antara soal sebelah kiri (masalah sumber) dengan soal yang kanan (masalah target) atau membangun kesimpulan dari kesamaan hubungan antara soal yang sebelah kiri (masalah sumber) denga soal sebelah kanan (masalah taget), atau mengdentifikasi hubungan yang lebih tinggi.
d. Applying
Melakukan pemilihan jawaban yang cocok. Hal ini dilakukan untuk memberikan konsep yag cocok (membangun keseimbangan antara soal yang kiri (masalah sumber) dengan soal yang kanan (masalah target).

B. Kerangka Pikir
Prosess pembelajaran matematika yang diharapkan adalah siswa membangun sendiri konsep matematika yang sedang mereka pelajari dengan begitu pengetahuan yang diharapkan akan mudah dipahami oleh siswa. Guru memfasilitasi proses pembelaajaran agar terjadi konstruksi konsep matematika dengan benar agar pengetahuan yang akan dipelajari dapat diserap dengan baik oleh siswa. Siswa akan mudah memahami konsep matematika yang mereka akan pelajari dengan pola-pola yang tertruktur karena siswa akan mengetahui bagaimana konsep tersebut mereka bangun.
Penalaran matematis dan analogis sangat penting dalam pembelajaran matematika pada materi aljabar. Penalaran merupakan proses berfikir yang abstrak dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Penalaran matematis yang diharapkan adalah penalaran dalam perhitungan atau numeric dalam menyelesaikan permasalahan sedangkan penalaran analogis adalah penaran tentang hubungan suatu permasalahan yang diketahui dengan yang akan diselesaikan.

Baca SelengkapnyaMATHEMATICAL REASONING PROCESS ANALYSIS AND SECONDARY SCHOOL STUDENTS ANALOGICAL MATTER OF FIRST RATE ALGEBRAIC FACTORIZATION : CHAPTER II - LITERATURE REVIEW
gravatar

MATHEMATICAL REASONING PROCESS ANALYSIS AND SECONDARY SCHOOL STUDENTS ANALOGICAL MATTER OF FIRST RATE ALGEBRAIC FACTORIZATION : CHAPTER I - INTRODUCTION

ANALISIS PROSES PENALARAN MATEMATIS DAN ANALOGIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA MATERI POKOK FAKTORISASI SUKU ALJABAR

MATHEMATICAL REASONING PROCESS ANALYSIS AND SECONDARY SCHOOL STUDENTS ANALOGICAL MATTER OF FIRST RATE ALGEBRAIC FACTORIZATION

BAB I
PENDAHULUAN

CHAPTER I 
INTRODUCTION
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Siswa sebagai sumber daya manusia yang diharapkan dapat memajukan pendidikan dengan cara memaksimalkan pembelajaran karena mereka sebagai pemeran utama dalam pembelajaran.
Siswa sebagai sumber daya manusia harus memiliki kemampuan dalam berpikir matematis. Kemampuan ini sangat diperlukan agar siswa memahami konsep yang dipelajari, dapat menerapkannya dalam berbagai masalah kehidupan nyata. Penalaran dalam Principles and Standards for School Mathematics NCTM (2000) merupakan salah satu dari lima kemampuan yang seharusnya dimiliki siswa. Kemampuan tersebut diantaranya pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi dan representasi. Pencantuman aspek penalara dalam standar proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting karena penalaran adalah suatu aktifitas berpikir yang abstrak.
Begitu juga pada standar isi mata pelajaran Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu: menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pelajaran matematika bertujuan untuk memiliki sikap mengahargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat  dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sehingga, penting untuk mempelajari dan menggunakan matematika dalam kehidupan.   Pentingnya mempelajari matematika juga disampaikan oleh Desoete, A sebagai berikut :
It is hard not to overemphasize the importance of mathematical literacy in our society (Swanson, Jerman, & Zheng, 2008). In everyday life situations we need to be in time, pay bills, follow directions or use maps, look at bus or train timetables or comprehend instruction leaflets and expiry dates. A lack of mathematical literacy was found to affect people’s ability to gain full-time employment and often restricted employment options to manual and often low paying jobs (Desoete, 2007a; Dowker, 2005).
Kegunaan matematika dalam berbagai bidang studi juga disampaikan oleh Excel, N sebagai berikut :
Mathematics is a  subject that has shown to have significant impacts on different matters and subject areas  (Anonymous 2003; Smith 2004) such as interpretation of issues, map reading, weather forecasts, logical reasoning and decision making, critical thinking ability and problem solving skills. Notwithstanding, there is still the lack of interest in the study of mathematics  (Fenwick-Sehl, Fioroni and Lovric 2009)
Pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa di sekolah menengah meliputi aljabar, geometri, trigonometri, statistika, dan aritmatika. Aljabar merupakan pokok bahasan yang penting dalam matematika karena digunakan dalam berbagai pokok bahasan yang lainya. Sehingga, siswa harus bisa menguasai materi aljabar sebagai dasar pembelajaran selanjutnya. Aljabar mempunyai tingkat kesulitan yang komplek dalam setiap permasalahnya. Kesulitan belajar matematika yang dialami siswa berarti kesulitan siswa belajar salah satu atau lebih dari bagian-bagian matematika tersebut. Matematika merupakan ilmu yang terstruktur artinya bahwa suatu bahasan berkaitan dengan satu atau lebih bahasan yang lain, maka kesulitan siswa pada suatu bahasan akan berdampak pada kesulitan satu atau lebih bahasan yang lain.

Faktorisasi suku aljabar adalah salah satu pokok bahasan dalam matematika di sekolah menengah pertama yang diajarkan di semester pertama. Kompetensi dasar yang bersesuaian dengan penelitian ini adalah melakukan operasi aljabar dan menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya. Pembelajaran dikelas dihadapkan pada simbol-simbol yang abstrak yaitu variabel-variabel yang terdapat pada setiap bentuk aljabar sehingga siswa harus memiliki penalaran yang kuat dalam mempelajari bentuk aljabar. Namun kenyataanya masih banyak siswa yang masih lemah dalam penalaranya. Pendapat ini juga sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Osta, I. dkk, sebagai berikut:
Accordingly, mathematics curricula, all over the world, are calling for greater understanding of the fundamentals of algebra and algebraic reasoning by all members of the society. The National Council of Teachers of Mathematics (1989) standards emphasize the fact that algebra is more than memorizing rules for manipulating symbols and solving prescribed types of problems. It is part of the reasoning process, a problem solving strategy, and a key to think and to communicate with mathematics. They recommend that algebra be studied by all students of all grade levels, K through 12 (NCTM, 1989)
Kesulitan yang dihadapi siswa bermacam-macam ada yang merasa kesulitan dalam menghitung dan ada juga yang mengalami kesulitan dalam menghubungkan suatu permasalahan untuk diselesaikan. Ada dua penalaran yang penting dan harus dimiliki siswa agar mudah dalam mempelajari aljabar yang pertama penalaran matematis yaitu penalaran yang berkaitan dengan perhitungan atau numerik dan yang kedua penalaran analogis yaitu penalaran tentang hubungan. Sehingga, penting untuk melakukan penelitian tentang penalaran karena manfatnya yang banyak dalam pembelajaran maatematika.
Beberapa penelitian tentang penaran sudah banyak dilakukan salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Isroil dalam skripsinya tentang penalaran analogi dengan kesimpulan bahwa kemampuan penalaran analogi siswa kelas X-11 SMA Hang Tuah 2 Sidoarjo dalam memecahkan masalah matematika dari  48 siswa yang diberi TPAM terdapat 4 siswa  (8,16%)termasuk kelompok kemampuan penalaran analogi tinggi, 24 siswa (48,98 %) termasuk kelompok kemampuan penalaran analogi sedang, dan 20 siswa (40,82%) termasuk kelompok kemampuan penalaran analogi rendah. Sehingga kemampuan penalaran analogi siswa kelas X-11 SMA Hang Tuah 2 Sidoarjo dalam memecahkan masalah matematika cenderung sedang.

Berangkat dari beberapa permasalahan di atas peneliti tertarik ingin melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif tentang penalaran matematis dan analogis pada siswa sekolah menegah pertama pada materi aljabar perbedaan penelitian yang akan penulis lakukan dengan penelitian yang telah dilakukan Ahmad Isroil adalah pada fokus penelitian, tempat penelitian, dan pokok bahasan.

B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarakan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian ini adalah:
1. Bagaimana proses penalaran matematis siswa kelas VIII SMP pada materi aljabar?
2. Bagaimana proses penalaran analogis siswa kelas VIII SMP pada materi aljabar?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan pertanyaan penelitian maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan proses penalaran matematis siswa kelas VIII SMP pada materi aljabar.
2. Untuk mendeskripsikan proses penalaran analogis siswa kelas VIII SMP pada materi aljabar.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori tentang penalaran matematis dan penalaran analogis dalam pembelajaran matematika.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, mahasiswa dan praktisi pendidikan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Baca SelengkapnyaMATHEMATICAL REASONING PROCESS ANALYSIS AND SECONDARY SCHOOL STUDENTS ANALOGICAL MATTER OF FIRST RATE ALGEBRAIC FACTORIZATION : CHAPTER I - INTRODUCTION
gravatar

A TECHNIQUE TO ACCELERATE THE ACQUISITION OF READING SKILLS OF CHILDREN WITH LEARNING DISABILITIES

The International Journal of Special Education
2005, Vol 20, No.2.

EDUCATIONAL GAMES: A TECHNIQUE TO ACCELERATE THE ACQUISITION OF READING SKILLS OF CHILDREN WITH LEARNING DISABILITIES

Beryl Charlton
Randy Lee Williams
and
T. F. McLaughlin
Gonzaga University

This study evaluated the effects of educational games on the performance of eight elementary school students with learning disabilities. The effects of educational games were evaluated in a multiple baseline design across students. The results indicated that each student improved their performance on reading when educational games were in effect.  These differences were also educationally significant. Practical considerations and implications of educational games for adoption in the classroom were discussed.

Learning to read can be a discouraging experience for children who have difficulty grasping concepts and skills. Such students may need practice in order to master what some children do after one trial.  Carnine, Silbert, Kameenui, and Tarver (2004) have postulated the more highly motivated a remedial reader is, the greater the student's success.  Unmotivated students will not receive the benefit of increased instructional time, careful teaching, and a well-designed program.  These children may become discouraged with difficulties they encounter in their reading experiences.  Unless some element of fun is introduced along with instruction such students may become bored and turned-off. (Koran & McLaughlin, 1990).   
Games may relieve the drudgery of drill (Baker, Herman, & Yeh, 1981; Koran & McLaughlin, 1990) and can introduce an element of fun helping to motivate the learning disabled child.   Among those supporting the role of educational games in the learning process has been Harris (1968).  Harris noted that many kinds of drill, disguised as games become play rather than distasteful drill and practice.  Golick (1973) felt that for those children who need more time and extra help to master a skill there is the challenge to find activities that are novel and interesting.  Ginsburg and Opper (1972), that children take and active part in the learning process.  Through games that they play, they practice the skills they are in the process of learning.  This, Golick says, is an important aspect of play and subsequently of games.  

The first part of this study was designed to determine if poor readers' acquisition of consonant digraphs and consonant blends could be accelerated when teacher instruction was combined with educational games.  The second part of the study evaluated the effects of educational games on elementary students' acquisition of vowel variable skills.

References
Brophy, J. & Evertson, C.  (1976).  Learning from teaching:  A developmental perspective.  Boston:  Allyn & Bacon..
Bucicin, T.  & Howenstine, D. (1979).  Spirit duplicating masters.  Blends.  Huntington Beach, CA:  Creative Teaching Press.
Carnine, D., Silbert, J., Kameenui, E. J., & Tarver, S. G.  (2004).  Direct instruction reading (4th ed). .  Upper Saddle River, NJ: Pearson.
Conley, C. M., Derby, K. M., Roberts-Gwinn, M., Weber, K. M., & McLaughlin, T. F. (2004).  An analysis of initial and maintenance of sight words following picture matching and copy, cover, and compare teaching methods.  Journal of Applied Behavior Analysis, 37, 339-350. 
Durrell, D. & Murphy, H.  Teacher's manual for speech-to-print phonics.  New York:  Harcourt Brace Javonovich, Inc.
Falk, M., Band, M., & McLaughlin, T. F. (2003). The effects of reading racetracks and flashcards on sight word vocabulary of three third grade students with a specific learning disability: A further replication and analysis.  International Journal of Special Education, 18(2), 51-57. 
Flavell, J.  (1970).  Developmental studies of mediated memory.  In H. W. Reese & L. P. Lipsit (Eds.), Advances in child development and behaviour, Vol 5 (pp.217-247) New York:  Academic Press.
Gibson, E.,. & Levin, H. (1970).  The psychology of reading (3rd ed.)  Cambridge, MA:  MIT Press.
Ginsburg, H.,& Opper, S.  (1971).  Piaget's theory of intellectual development.  Englewood Cliffs, NJ:  Prentice-Hall.
Golick, M.  (1973).  Deal me in!  The use of playing cards in teaching and learning.  New York:  Jeffrey Norton Publishers. 
Harris, A.  (1968).  Research on some aspect of comprehension.  Rate of flexibility and study skills.  Journal of Reading, 25, 123-145. 
O'Donnell, P., Weber, K. P., & McLaughlin, T. F. (2003).  Improving correct and error rate and reading comprehension using key words and previewing:  A case report with a language minority student.  Education and Treatment of Children, 26, 237-254. 
Open Highways Reading Series.  (1974).  Glenview, IL:  Scott Foresman and Co: Author.
Platt, P.  (12974).  Big Boy Reading Series.  Menlo Park, CA:  Addison-Wesley Publishing Company.
Van Derford, J. (1979).  Duplicating masters:  Vowel sounds.  Huntington Beach, CA:  Creative Press.
Baca SelengkapnyaA TECHNIQUE TO ACCELERATE THE ACQUISITION OF READING SKILLS OF CHILDREN WITH LEARNING DISABILITIES
gravatar

Definisi dan Hakekat Pembelajaran Matematika


A. Definisi Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2005: 57). Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subyek didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas, 2004: 7).
Erman Suherman (2001: 9) juga menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru dan teman sesama siswa. Menurut Uzer Usman (2002: 4) pembelajaran merupakan proses yang mengandung serangkaian tindakan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik, pendidik, sumber belajar dan lingkungan belajar dalam situasi edukatif sehingga menghasilkan perubahan yang relatif tetap pada pengetahuan dan tingkah laku untuk mencapai tujuan pembelajaran.

B. Hakekat Matematika
Matematika berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti “relating to learning”. Kata itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (Erman Suherman, dkk., 2003: 15). Menurut James yang dikutip oleh Erman Suherman (2003: 19), mengatakan matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu Aljabar, Analisis dan Geometri.
Menurut Tinggi (hudojo, 2005 : 4) matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya melainkan juga unsur ruang sebagai sasaranya. Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang, dari yang paling mudah hingga yang paling rumit.
Dengan demikian pelajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikunya. Mempelajari matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan dengan ide-ide struktur-struktur dan hubungan – hubungan yang diatur menurut urutan yang logis.
Baca SelengkapnyaDefinisi dan Hakekat Pembelajaran Matematika

Archive

Entri Populer